Sudah jelas ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945, bahwa tujuan pertama kemerdekaan adalah supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas dan setelah kita bebas dari kolonialisme selanjutnya ingin melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya (tujuan ideal kemerdekaan sebuah bangsa dan negara). Pertanyaannya, mengapa setelah 65 tahun menjadi bangsa yang merdeka tujuan untuk memajukan kesejahterakan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa belum juga terwujud? Apanya yang salah dan siapa yang salah?
Adalah mustahil sebuah negara dan bangsa akan sejahtera, adil dan makmur manakala negara tersebut mengabaikan pembangunan di bidang politik, hukum dan ekonomi. Dari ketiga matra tersebut, pembangunan politik merupakan landasan utama perjalanan sebuah bangsa. Sebab, maju mundurnya peradaban sebuah bangsa sangat tergantung pada pembangunan politiknya. Adakah kemauan politik dari para penguasa negeri ini untuk segera membebaskan negara yang kita cintai ini dari berbagai macam kemunduran di bidang hukum, ekonomi dan pendidikan?
Ada anggapan yang menerangkan dalam membangun negara kerap kali salah, yakni yang dibangun bukan negara Indonesia melainkan memperkuat kedudukan para elite penguasa. Mestinya kita harus mau belajar pada sejarah, mengapa kerajaan Majapahit yang demikian besar dan kokoh akhirnya amblas disapu gelombang peradabannya sendiri? Jawabannya tak lain dan tak bukan karena apa pun landasan teori, pada akhirnya yang bisa menguasai negara hanyalah segolongan kecil orang saja, sementara golongan terbesar adalah barisan rakyat yang harus tunduk dan patuh pada aturan-aturan yang dibuat oleh negara/pemerintah.
Ketika yang dibangun hanya kekuasaan an sich, justru negara tersebut (rakyat) akan terpinggirkan. Selanjutnya, ketika kezaliman para penguasa semakin memuncak, rakyat akan menghimpun seluruh kekuatan untuk menumbangkan kekuasaan (rezim). Sementara, negara sebagai konsep yang abstrak tetap utuh, yang jatuh hanyalah penguasa yang korup.
Hingga sekarang, belum ada jaminan bahwa orang yang sedang berkuasa, pasti tidak akan mabuk dan tidak akan bertindak sewenang-wenang, yang ada barulah sekadar janji-janji, yakni ketika belum menjadi penguasa berjanji akan berbuat begini atau akan berbuat begitu.
Membangun negara tidaklah sesulit seperti yang kita bayangkan, yang paling sulit justru bagaimana cara menghilangkan sikap rakus dan sewenang-wenang dari para penguasanya. Hukum hanyalah sekadar alat, maka ketika yang memegang alat itu ''para bandit yang pemabuk'', malah sangat mengerikan akibatnya. Sebab, bisa saja yang salah jadi benar dan yang benar justru jadi salah.
Kekuasan memang kerap membuat siapapun mabuk. Bahkan, bisa membuat terlena. Adalah hal yang wajar, idealnya memang perlu ada batasan waktu untuk menikmati kedudukan. Sebab, paling tidak virus kekuasaan yang membuat orang lupa diri bisa dihindari.....)*
Adalah mustahil sebuah negara dan bangsa akan sejahtera, adil dan makmur manakala negara tersebut mengabaikan pembangunan di bidang politik, hukum dan ekonomi. Dari ketiga matra tersebut, pembangunan politik merupakan landasan utama perjalanan sebuah bangsa. Sebab, maju mundurnya peradaban sebuah bangsa sangat tergantung pada pembangunan politiknya. Adakah kemauan politik dari para penguasa negeri ini untuk segera membebaskan negara yang kita cintai ini dari berbagai macam kemunduran di bidang hukum, ekonomi dan pendidikan?
Ada anggapan yang menerangkan dalam membangun negara kerap kali salah, yakni yang dibangun bukan negara Indonesia melainkan memperkuat kedudukan para elite penguasa. Mestinya kita harus mau belajar pada sejarah, mengapa kerajaan Majapahit yang demikian besar dan kokoh akhirnya amblas disapu gelombang peradabannya sendiri? Jawabannya tak lain dan tak bukan karena apa pun landasan teori, pada akhirnya yang bisa menguasai negara hanyalah segolongan kecil orang saja, sementara golongan terbesar adalah barisan rakyat yang harus tunduk dan patuh pada aturan-aturan yang dibuat oleh negara/pemerintah.
Ketika yang dibangun hanya kekuasaan an sich, justru negara tersebut (rakyat) akan terpinggirkan. Selanjutnya, ketika kezaliman para penguasa semakin memuncak, rakyat akan menghimpun seluruh kekuatan untuk menumbangkan kekuasaan (rezim). Sementara, negara sebagai konsep yang abstrak tetap utuh, yang jatuh hanyalah penguasa yang korup.
Hingga sekarang, belum ada jaminan bahwa orang yang sedang berkuasa, pasti tidak akan mabuk dan tidak akan bertindak sewenang-wenang, yang ada barulah sekadar janji-janji, yakni ketika belum menjadi penguasa berjanji akan berbuat begini atau akan berbuat begitu.
Membangun negara tidaklah sesulit seperti yang kita bayangkan, yang paling sulit justru bagaimana cara menghilangkan sikap rakus dan sewenang-wenang dari para penguasanya. Hukum hanyalah sekadar alat, maka ketika yang memegang alat itu ''para bandit yang pemabuk'', malah sangat mengerikan akibatnya. Sebab, bisa saja yang salah jadi benar dan yang benar justru jadi salah.
Kekuasan memang kerap membuat siapapun mabuk. Bahkan, bisa membuat terlena. Adalah hal yang wajar, idealnya memang perlu ada batasan waktu untuk menikmati kedudukan. Sebab, paling tidak virus kekuasaan yang membuat orang lupa diri bisa dihindari.....)*