Kamis, 22 Juli 2010

Kondisi Umum Masyarakat Dan Dampak Kemiskinan

Mari kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat. Bapenas [2006] mendefinisikan hak-hak dasar sebagai terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Hingga 2006 saja jumlah penderita buta aksara di Jawa Barat misalnya mencapai jumlah 1.512.899. Dari jumlah itu 23 persen di antaranya berada dalam usia produktif antara 15-44 tahun. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat "signifikan." Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan "Nasi Aking." 
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks. Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup "fantastis" mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.

Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.

Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya [74,99 persen].

Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].

Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.

Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan "pemiskinan struktural" terhadap rakyatnya.

Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.

Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan "keamanan" dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.

Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.

Musuh Utama Bangsa

Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini pemerintah [tampak limbo] belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi [makro] semata.

Semua dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik. Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Misalnya, pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya "buttom-up intervention" dengan padat karya atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha [enterpreneur].

Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.
 
Paradigma Pembangunan

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas kuncinya harus ada kebijakan dan strategi pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah boleh saja mengejar pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi, juga harus ada pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.

Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya keduanya harus seimbang-berkelindan serta saling menyokong. Pendek kata harus ada simbiosis mutualisme di antara keduanya.

Perekonomian nasional dengan demikian menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-cita tersebut. Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan memihak rakyat maka mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi maka sia-sialah pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh karenanya pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang hakiki.....)***

Efektifkah Program Pengurangan Kemiskinan Pemerintah

Kemiskinan akan membuat setiap orang kelaparan. Kemiskinan juga menciptakan kebodohan. Kelaparan dan kebodohan akan menyebabkan orang sulit untuk berusaha dan beraktivitas sehingga terciptalah pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan kekerasan dan kejahatan. Kekerasan dan kejahatan itu pun akan kembali menjadi kemiskinan. Siklus ini terus menerus berputar menjadi lingkaran setan.

Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dan menghentikan lingkaran setan ini? Solusinya adalah pemerintah harus mampu mengurangi tingkat kemiskinan dengan program-program penanggulangan kemiskinan yang efektif. Sehingga, masyarakat kita tidak terus menerus hidup dalam kemiskinan dan kelemahan dan mampu menjadi bangsa yang besar. Tentu saja setiap programnya harus menciptakan masyarakat yang mandiri, kreatif, dan produktif.

Tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 14%. Angka ini hampir sama dengan tingkat kemiskinan yang diproyeksikan pemerintah sebelumnya sebesar 12-14%.

Deputi Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UKM Bappenas Prasetijono Widjojo MJ menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Di antaranya adalah tingkat inflasi, angka pengangguran, dan krisis ekonomi global.

Tingkat inflasi sebesar 7% pada tahun 2009 dapat mempercepat penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia. Angka pengangguran di Indonesia meningkat pada tahun 2009 padahal sebelumnya sekitar 7-8%. Pada tahun 2009 angka pengangguran di atas 8%.

Penurunan angka penggangguran juga akan diiringi dengan penurun tingkat kemiskinan. Sedangkan krisis ekonomi global yang terjadi pada 2009 lalu akan memperlambat pembangunan infrastruktur di Indonesia dan meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Krisis ekonomi global membuat lebih dari 60 juta orang di Asia terjebak dalam kemiskinan absolut di tahun 2009 dan diperkirakan akan semakin meningkat menjadi hampir 100 juta orang di tahun 2010.   

Pemerintah telah merencanakan beberapa program untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Baik berupa bantuan sosial, perbaikan infrastruktur, dan penguatan Usaha Kecil Mikro dan menengah (UMKM). 

Sebelumnya pemerintah menerapkan bantuan beras untuk mayarakat miskin dan JPS (Jaringan Pengaman Sosial) bagi masyarakat hanya saja belum cukup efektif untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Ada beberapa kekurangan dari program ini. Penanggulangan kemiskinan yang berfokus pada bantuan bagi masyarakat miskin sifatnya bukan pemberdayaan dan hanya akan membuat rakyat semakin tidak mandiri sehingga bergantung kepada pemerintah. 

Selain itu program yang berorientasi bantuan justru dapat merusak moral dan perilaku masyarakat miskin. Apakah kita mau bangsa kita terus dirongrong dengan kemiskinan dengan masyarakatnya yang "manja"? Jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin atau yang lebih dikenal sebagai Askeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) dan pemberian bantuan pendidikan berupa BOS (Bantuan Operasioanal Pendidikan) juga BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) adalah program perbaikan yang telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan.

Sebenarnya tujuan kedua program tersebut sudah baik. Pemerintah memberikan bantuan yang sifatnya lebih merupakan peningkatan sumber daya manusia dibandingkan berupa bantuan sosial. Misalnya saja BOS dan BOP pemerintah memberikan keringanan bagi masyarakat (tidak hanya masyarakat miskin) untuk sekolah gratis sampai SMP.

Begitu pula dengan Askeskin. Rakyat miskin memperoleh fasilitas kesehatan gratis di puskesmas. Hanya saja apakah pelaksaannya sudah cukup efektif? 

Pada tahun 2008 ICW menyebutkan bahwa pada tiga tahun belakangan ini mereka mendapat laporan penyelewengan dana BOS dan BOP. Terdapat indikasi korupsi pada pelaksanaaanya seperti 62.85% sekolah tidak mencantumkan penerimaan BOS, 4.12% sekolah tidak mengratiskan biaya operasional sekolah pada siswa didiknya. Buku dana BOS buku sebesar Rp562.4 juta tidak sesuai dengan buku panduan BOS (indikasi korupsi) dan senilai Rp656.7 juta belum atau tidak dapat dimanfaatkan. 

Perbaikan infrastruktur difasilitasi oleh pemerintah melalui PNPM mandiri maupun penguatan UMKM adalah bantuan yang sifatnya lebih merupakan pemberdayaan. PNPM melibatkan unsur masyarakat. Baik dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. 

Melalui proses pembangunan partisipatif kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga masyarakat miskin bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Hanya saja lagi-lagi ditemukan beberapa penyelewengan. 

Pada tahun 2010 Pemerintah menyatakan ada penyelewengan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang dilakukan di daerah-daerah. Penyelewengan telah dilakukan sejak tahun 2007 dan jumlahnya sudah mencapai Rp 100 miliar.

Seperti kita ketahui UMKM adalah usaha yang tidak terpengaruh akan dampak krisis ekonomi Asia yang terjadi pada tahun 1998. Menjamurnya UMKM akan mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Pengangguran erat hubungannya dengan tingkat kemiskinan. Berkurangnya pengangguran akan mengurangi jumlah masyarakat miskin di Indonesia.

Ketahanan akan krisis ekonomi dan penurunan tingkat pengangguran adalah pertimbangan pemerintah untuk melakukan penguatan UMKM. Tentu saja usaha ini adalah usaha solutif untuk menanggulangi kemiskinan. Namun, pada pelaksanaanya terdapat kendala. Baru 20-25% dana yang terserap untuk program ini karena terlalu banyaknya regulasi sehingga semua pihak ingin mengatur.

Program-program pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan memiliki tujuan dan sistem yang baik. Hanya saja pada pelaksanaanya sering terjadi kendala. Baik karena korupsi maupun regulasi pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu pemerintah harus merumuskan penyederhanaan dan perumusan kembali program-program tersebut. 

Selain itu juga perlu dilakukan pengawasan yang ketat dan terpadu untuk menghindari korupsi maupun penyelewangan dalam penyaluran dana bantuan. Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan pun harus berlangsung secara berkesinambungan sehingga muncul masyarakat yang makin mandiri kreatif, inovatif, dan produktif.....)***

Program Kemiskinan Belum Menyentuh

Jika kita perhatikan tingkat keberhasilan program penanggulangan kemiskinan terkait penyediaan infrastruktur baik yang dilakukan pemerintah, swasta, maupun lembaga donor, banyak ditemukan keterbengkalaian sarana yang merupakan indikator kegagalan program. Hal yang terlihat kasat mata adalah banyaknya sarana yang "mangkrak" atau tidak berfungsi. Baik di desa maupun perkotaan yang hanya meninggalkan bangunan tanpa pemanfaatan.

Jika kita amati, bangunan tersebut baik berupa pasar, posyandu, kantor desa, penampungan air, irigasi, sekolah, koperasi, dan sebagainya usianya terbilang pendek. Ada yang hanya dimanfaatkan tiga bulan, satu tahun, dan maksimal lima tahun. Padahal dalam perencanaannya pembangunan fasilitas sebagai akses penanggulangan kemiskinan didesain untuk aktivitas berkelanjutan.

Terdapat berbagai keluhan masyarakat terkait kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur. Mulai dari rendahnya penghasilan, kerusakan jalan, kesulitan air, kualitas kesehatan, gagal panen, dan sebagainya. 
Contoh lain di Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pihak dinas kesehatan setempat mengungkapkan bahwa wilayahnya termasuk endemik disentri karena kebiasaan masyarakat buang air besar di kebun dan kolam ikan. Yang menjadi ironi ketika mengunjungi desa setempat terdapat bangunan MCK umum bantuan pemda setempat yang berumur kurang dari setahun tidak dimanfaatkan masyarakat. Malah ditumbuhi rerumputan dan nyaris roboh. Banyak lagi contoh kegagalan lain terkait upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan berbagai pihak pada akhirnya hanya menyisakan bangunan fisik semata. Tanpa mengubah kemiskinan secara substansi. Tidak jarang program pemerintah, swasta, maupun donor hanya berjalan saat peresmian dan setelahnya tidak berkelanjutan. Kegagalan dalam upaya penanggulangan kemiskinan pada dasarnya disebabkan paradigma keliru, yang mengedepankan pendekatan fisik, bukan pembangunan yang berpusat pada manusia.  

Pembangunan yang Berpusat Pada Manusia
Terdapat perbedaan antara program penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan pembangunan sarana atau fasilitas fisik dengan pendekatan penanggulangan kemiskinan berpusat pada manusia. Pendekatan pembanguan sosial lebih memfokuskan pada populasi sebagai suatu kesatuan yang bersifat inklusif dan universalistik.

Pendekatan ini tidak hanya memfokuskan pada orang-orang yang membutuhkan (needy individuals). Akan tetapi lebih memfokuskan pada mereka (komunitas) yang ditelantarkan oleh pembangunan ekonomi yang terjadi selama ini. Seperti kelompok miskin yang ada di perkotaan dan pedesaan serta kelompok minoritas.Pendekatan pembangunan sosial merupakan koreksi terhadap kecenderungan pembanguan yang berfokus pada sektor ekonomi dan fisik semata. 
Hal itu tidak berarti bahwa proses pembangunan sosial akan meninggalkan proses pembangunan ekonomi dan pembangunan fisik. Justru upaya pembangunan sosial, baik langsung maupun tidak langsung, harus tetap memperhatikan dan melibatkan aspek pembangunan fisik dan ekonomi (Adi, 2008).

Sebagai contoh untuk mengembangkan pola hidup sehat pada masyarakat setidaknya harus tersedia sarana dan prasarana terkait aspek fisik. Seperti penyediaan air bersih, saluran pembuangan, tempat sampah, fasilitas MCK, serta perangkat pembersih terkait personal hygiene (seperti sabun, odol, dan handuk). Selain itu, tidak hanya aspek fisik terkait MCK yang diperhatikan, hal yang tidak kalah penting adalah upaya memasyarakatkan pola hidup sehat.

Tidak akan berarti adanya MCK tanpa disertai peningkatan pengetahunan masyarakat mengenai kesehatan, penggunaan MCK, penggunaan personal higine, serta rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas MCK. Karena sering sekali kita jumpai MCK yang berada pada daerah kumuh baik di perdesaan maupun perkotaan pada akhirnya terbengkalai tidak digunakan oleh masyarakat. Karena, tidak disertai proses penyadaran terhadap pentingnya penggunaan dan pemeliharaan fasilitas.

Intervensi yang dilakukan dalam kaitannya dengan pembangunan sosial sesuai contoh di atas antara lain diarahkan pada munculnya perubahan dalam aspek pengetahuan (knowledge), keyakinan (belief), sikap (attitude), dan niat individu (intention). Urutan perubahan dari aspek pengetahuan hingga niat individu merupakan proses penyadaran terhadap kelompok sasaran dalam kerangka pembangunan sosial. Sehingga, ketika seorang community worker ingin mengubah perilaku kelompok masyarakat terkait personal higine (perawatan kesehatan diri) harus diterapkan bersamaan dengan pembangunan fisik.

Jika hal tersebut dilakukan maka besar kemungkinan tujuan program penanggulangan kemiskinan akan berkelanjutan, dan sarana fisik terpelihara, karena di dalamnya tumbuh partisipasi dan kesadaran masyarakat. Dengan demikian tidak akan ada lagi fasilitas sebagai akses yang diharapkan berdampak langsung terhadap penanggulangan kemiskinan hanya sekedar menjadi "fosil" yang nyaris tidak membawa kebermanfaatan apa pun...)***

Selasa, 20 Juli 2010

Pertumbuhan Penduduk dan Penyediaan Pangan

Persoalan persaingan antara pertumbuhan penduduk dan produksi pangan telah menjadi perhatian cendekiawan sejak dua abad lalu. Hal ini merupakan agenda yang sangat serius karena menentukan keberlangsungan hidup umat manusia.

Thomas Robert Malthus tahun 1798 telah mempredikasi bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan penyediaan pangan memadai bagi penduduknya. Teori Malthus ringkasnya menyatakan peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kekurangan pangan.

Setelah sekian lama berlalu dengan berbagai dinamika inovasi teknologi pangan dan pengendalian penduduk, ekonom terkemuka Jeffrey D Sach (Scientific American, 2008) masih mengajukan pertanyaan besar apakah benar kita telah mengalahkan Perangkap Malthus? Waktu dua abad pun belum bisa meyakinkan kita akan jawaban tersebut.

Penduduk dan Kebutuhan Pangan

Jumlah penduduk dunia senantiasa tumbuh. US Census Bureau memperkirakan tahun 2010 penduduk di Asia Pasific saja mencapai 4 miliar. India dan China menyumbang lebih dari 2 miliar. Indonesia juga berkontribusi besar dengan jumlah penduduk yang mendekati seperempat miliar jiwa.

Penduduk Indonesia tumbuh pesat. Tahun 1900 jumlahnya masih sekitar 40 juta. Peningkatan penduduk berdasar periode yaitu 120 juta (1970),  147 juta (1980), 179 juta (1990), dan mencapai 206 juta (2000). Angka terbaru penduduk telah mencapai 225 juta (2007). Dalam 40 tahun terakhir penduduk telah bertambah lebih dari 100 juta jiwa. Sebuah peningkatan yang fantastis (BPS, 2009).

Indonesia dipandang cukup sukses dalam implementasi program keluarga berencana (KB) yang diintroduksi sejak 1968. Secara nasional tingkat pertumbuhan penduduk dapat ditekan dari 2,31 persen pada tahun 1970-an menjadi 1,49 persen tahun 2000-an.

Angka pertumbuhan penduduk yang telah dicapai tersebut dipandang masih belum cukup jika dikaitkan dengan total penduduk nasional. Selain itu, pasca reformasi dan implementasi otonomi daerah, kebijakan program KB berada dalam otoritas daerah.

Pada banyak kasus cenderung mengalami stagnasi bahkan menurun karena rendahnya concern birokrasi dan legislasi lokal pada masalah kependudukan. Jika hal ini terabaikan maka bukan tidak mungkin gejala ledakan penduduk akan terjadi dan berdampak sosial ekonomi yang lebih rumit dan membahayakan.

Menggunakan pendekatan pertumbuhan penduduk sepuluh tahun terakhir (1990-2000) sebesar 1,49 persen (BPS, 2009), dan data terakhir kependudukan tahun 2007 sebesar 225 juta jiwa, secara sederhana dapat dikalkulasi bahwa setiap tahun ada penambahan penduduk 3,35 juta jiwa.

Besarnya jumlah penduduk terkait langsung dengan penyediaan pangan. Konsumsi pangan utama sumber karbohidrat adalah beras. Sebagaimana dilaporkan Pasandaran, sejak tahun 1970-1990 konsumsi beras per kapita per tahun meningkat nyata yaitu 109 kg (1970), 122 kg (1980)  menjadi 149 kg (1990). Meskipun setelah tahun 1990, komsumsi beras sedikit menurun namun dipandang masih cukup besar yaitu 114 kg/ orang/ tahun pada tahun 2000 (BPS). Rerata konsumsi per kapita ini merupakan yang terbesar di dunia.

Ketidakmampuan menyediakan pangan pokok yang ditandai dengan besarnya impor beras beberapa saat lalu menjadi pertanda yang serius bagi kita agar memiliki perhatian pada persoalan kependudukan dan penyediaan pangan.

Produksi Pangan dan Persoalannya

Pertumbuhan penduduk yang pesat menuntut pemenuhan pangan yang sangat besar. US Census Bureau mencatat kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung) di Asia akan meningkat pesat dari 344 juta ton tahun 1997 menjadi 557 juta ton tahun 2020. Kontribusi China dan India sebesar 26 dan 12 persen.

Persoalan krisis pangan dunia yang ditandai kelangkaan pangan dan melonjaknya harga pangan di pasar internasional tahun 2008. Salah satunya disebabkan karena membumbungnya permintaan pangan oleh kekuatan ekonomi baru China dan India dengan penduduk masing-masing 1 miliar jiwa.

Dalam konteks Indonesia produksi pangan yang mampu menjamin kebutuhan penduduk merupakan persoalan yang serius. Meskipun selama 2 tahun terakhir dilaporkan swasembada beras dapat dicapai kembali. Namun, untuk jangka panjang masih menjadi pertanyaan besar.

Salah satu solusi dalam peningkatan produksi pangan adalah peningkatan areal dan  produktivitas. Meskipun hal tersebut telah dilakukan dengan berbagai strategi namun data menunjukkan masih jauh dari cukup. Selama 5 tahun terakhir (2004-2008), areal panen padi hanya meningkat 0,47 juta ha dengan komposisi 11,92 juta ha tahun 2004 menjadi 12,39 juta ha tahun 2008. Dari segi produktivitas mengalami peningkatan 0,32 ton/ ha dengan komposisi 4,54 ton/ha tahun 2004 dan 4,86 ton/ha tahun 2008.

Dengan prediksi jumlah penduduk 300 juta tahun 2015, kebutuhan beras akan membacapi 80-90 ton/ tahun. Menggunakan asumsi luas panen yang tidak akan banyak berubah dari angka 12 juta ha/ tahun, maka solusinya pada tuntutan produktivitas hingga 10 ton/ ha.

Hal tersebut hampir dipastikan sebuah mission impossible. Sejarah produksi beras dunia mencatat bahwa negara yang memiliki sejarah dan tradisi produksi beras paling panjang dan teknologi paling hebat seperti Jepang, Taiwan, Korea, dan China hanya mampu memproduksi beras di lahan petani secara stabil dalam skala lapangan paling tinggi 7 ton/ ha.

Agenda Masa Depan

Meskipun berbagai inovasi telah diciptakan perangkap Malthus masih tetap menghantui kita. Kemampuan kita secara terus menerus menyediakan pangan yang melampaui pertumbuhan penduduk akan terus diuji sepanjang waktu.

Program pengendalian penduduk diikuti program pendukung seperti layanan sosial, pendidikan, dan kesehatan menjadi prasyarat dan prioritas. Pemerintah pusat dan daerah harus saling bersinergi dan juga membangun partnership dengan kalangan swasta dan korporasi terkait dengan hal ini.

Penciptaan lahan baru perlu didorong terutama untuk daerah yang layak dan potensial. Program ini tidak bisa sepenuhnya diharapkan karena kendala sosial, teknis, dan biaya. Solusi lainnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering.

World Bank (2003) mendata lahan kering di Indonesia sebesar sekitar 24 juta ha. Lahan tersebut sangat potensial untuk program diversifikasi pangan dan diversifikasi produksi pertanian dengan tanaman kehutanan, peternakan, dan perkebunan.

Diversifikasi pangan menjadi salah satu kata kunci. Bahan pangan non-padi yang bisa diproduksi dari lahan kering non-sawah sangat potensial untuk dikembangkan dan dikampanyekan terus menerus kepada publik.

Penelitian, pengkajian, dan penyebarluasan melalui penyuluhan akan teknologi produksi baru seperti benih yang memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap kekurangan air, dan goncangan cuaca ekstrim mutlak diupayakan. Program pengendalian alih fungsi lahan pertanian utamanya sawah sangat mendesak dilakukan. Beberapa laporan mengindikasikan bahwa selama 20 tahun terakhir kita telah kehilangan 1 juta ha sawah subur di Jawa karena alih fungsi lahan....)***

KEJUJURAN SENSUS

Tepat di tanggal 1 Mei 2010 Biro Pusat Statistik melalui Petugas Pencacah Lapangan telah  melakukan Penelusuran Wilayah di daerah. Selayaknya menjadi perhatian dan dimonitor masyarakat dan rakyat benar-benar mendapatkan info dari pelaksanaan kegiatan ini.

Dalam proses ini masyarakat harus jangan segan-segan memberikan informasi kependudukan yang sesungguhnya. Kalau memang punya pekerjaan katakan sejujurnya. Kalau pengangguran, tidak punya pekerjaan tetap, korban PHK, seorang sarjana tapi tidak bekerja, pedagang keliling, tinggal di rumah kontrakan atau numpang di rumah keluarga, dan lain-lain katakan apa adanya. Jangan status pekerjaan tukang baso tapi menginfokan atau minta ditulis status pekerjaan "swasta".

Hati-hati. Ini istilah umum yang bisa membuat kita dianggap bekerja sebagai "pegawai swasta". Begitu juga sebaliknya. Yang punya jabatan tinggi dan punya rumah banyak, dan lain-lain, katakan sejujurnya. Ini penting bagi akurasi data kependudukan terkait kondisi ekonomi penduduk yang sesungguhnya.

Hasil data-data ini pun sungguh sangat berguna bagi kita semua dalam pelaksanaan kegiatan bernegara. Data-data ini jangan sampai dimanipulasi oleh siapa pun.

Akuratnya data kependudukan termasuk dalam hal data kondisi perekonomian penduduk akan wajib hukumnya menjadi dasar nantinya dalam setiap proses pengambilan keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang terkait kepentingan publik/ masyarakat banyak di wilayahnya. Antara lain misalnya untuk kebijakan soal pajak.

Tidak hanya dimiliki pemerintahan saja. Perlu kiranya data-data hasil sensus penduduk tadi dimiliki juga oleh para wakil-wakil rakyat kita sebagai pedoman dalam tugasnya yang mengemban suara dan aspirasi rakyat walau  pada akhirnya rakyat juga akan mendapatkan publikasi atas hasil sensus penduduk ini.

Aneh saat penyelenggara negara/ pemerintahan disorot banyak korupsi tapi program naik gaji (PNS) tetap saja. Padahal, kinerjanya belum tentu semua bagus dan setiap hari kita disuguhkan berita tentang korupsi/ KKN terjadi silih berganti di lingkungan penyelenggara negara / pemerintahan. 

Karena, anggaran negara untuk katagori pengeluaran gaji penyelenggara negara dan elemenya jumlahnya tidak sedikit. Maka kita haruslah sangat berharap semoga hasil sensus penduduk 2010 memberikan gambaran sesungguhnya tentang keadaan penduduk di suatu wilayah.

Jika nantinya terpaparkan fakta keadaan di mana lebih banyak rakyat dalam keadaan kesulitan ekonomi, pengangguran, atau berpenghasilan pas-pasan di suatu daerah dan dari padanya maka tidak selalu dapat dijadikan sebagai sebuah potensi pajak maupun sebagai potensi pendapatan asli daerah. Maka wajar juga perlu mengedapankan untuk pengenaan pajak yang tinggi terhadap: pejabat pemerintahan, penyelenggara negara, anggota parlemen, dan orang kaya atau pengusaha kaya.

Jangan kreatif menciptakan bentuk-bentuk pajak yang hanya malah bisa memberatkan rakyat (apalagi yang berekonomi lemah dan hidup pas-pasan). Terlebih kini pajak juga disorot karena kasus dikorupsi dan pajak ini harus menjadi perhatian dan dikritisi oleh masyarakat dalam hal penggunaannya.

Apakah sudah benar-benar untuk kesejahteraan rakyat. Serta alokasi dana-dana dari pusat yang disalurkan lewat pemerintahan daerah dalam rangka program-program untuk kesejahteraan rakyat, informasinya dan pelaksanaannya juga harus diketahui seluruh masyarakat di daerahnya.

Jangan pula sensus penduduk 2010 ini hanya dilakukan demi tertib administrasi kependudukan. Atau untuk akurasi data terkait kepentingan pemilu atau pilkada. Tapi, giliran untuk akurasi keadaan ekonomi penduduk data pengangguran dan data kemiskinan malah diabaikan dan tidak disoroti.  

Masyarakat jangan hanya saat mau pemilu atau pilkada bersemangat mendukung calonnya dan rela berbondong-bondong mau konvoi turun ke jalan atau demo turun ke jalan jika calonnya gagal menjadi bakal calon. Atau tidak terpilih dalam pemilihan. Tapi, masyarakat juga harus mau menyoroti dan bersikap tegas kepada wakil rakyat dan pejabat pemerintahan yang mereka pilih dan telah mewakili mereka. Jika ternyata para wakil rakyat dan pejabat pemerintahan ini tidak peka dengan masalah akurasi data ekonomi kependudukan dalam rangka sensus penduduk ini....)*

Benarkah Dunia Telah Mengalami OVER POPULASI?

Tanggal 29 Juni lalu diperingati sebagai hari Keluarga Nasional (Harganas). Konon pada tanggal itulah dimulai Gerakan Keluarga Berencana (KB) Tahun 1970. Penggalakan program KB ini dilatarbelakangi oleh pesatnya pertumbuhan penduduk Indonesia. Bahkan, dunia. Pada September 2008 populasi dunia telah terhitung sekitar 6.72 miliar jiwa dan diperkirakan populasi dunia pada 2050 akan mencapai 9 miliar jiwa.

Besarnya populasi dianggap telah menimbulkan ketimpangan global karena sumber daya alam (SDA) yang ada tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia. Hal inilah yang dituduh sebagai penyebab kemiskinan, kehancuran lingkungan, dan kerawanan sosial.

Perekonomian di dunia ketiga dipandang mustahil dapat berkembang selama pertumbuhan penduduknya tidak ditekan. Namun, benarkah dunia telah mengalami OVER POPULASI? Juga benarkah besarnya jumlah penduduk yang menghambat kemajuan ekonomi dan menyebabkan keterbelakangan negara-negara dunia ketiga?

Jika benar logika yang menyatakan "besarnya jumlah penduduk menghambat kemajuan ekonomi" maka seharusnya China adalah negara paling terbelakang. Karena, menurut Internasional Data Base  (IDB), lima negara dengan jumlah penduduk terbesar berturut-turut adalah China, India, Amerika Serikan (AS), Indonesia, dan Brazil.

Tetapi, masyarakat dunia pun tahu bahwa saat ini, dengan jumlah penduduknya yang sangat besar itu pun China tetap menjadi negara maju dan terdepan dalam perekonomian. Demikian pula dengan India dan USA. Namun, sebaliknya, banyak wilayah dengan jumlah penduduk kecil, wilayah luas, dan SDA yang melimpah tetapi terbelakang, miskin, bahkan kelaparan. Contoh paling dekat adalah Papua.

Jika dicermati lebih dalam, sesungguhnya isu over populasi adalah isu yang sengaja digulirkan sebagai bagian dari agenda politik negara-negara imperialis-kapitalis. Dengan menggulirkan isu tersebut mereka berusaha untuk menutupi penyebab terjadinya bencana global - kelaparan, kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, dan sebagainya - yang sebenarnya; yaitu karena kerakusan ideologi Kapitalisme Barat.

AS, misalnya, hanya memproduksi 8% minyak bumi, namun mengkonsumsi 25% jumlah minyak bumi yang ada di dunia. Jumlah penduduk Barat hanya sekitar 20% dari populasi dunia, namun menghabiskan 80% dari produksi pangan dunia. Di sisi lain, isu ini dijadikan alat untuk menjelek-jelekkan negara-negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar (baca: negeri-negeri Muslim) dan pada saat yang sama mengurangi risiko berkurangnya pengaruh negara-negara maju di masa datang.

Negara-negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar tentu harus sadar terhadap konspirasi ini. Sebab, jumlah penduduk yang besar adalah modal potensial untuk membangun SDM yang tangguh dan akan memimpin dunia. Lagi pula banyaknya jumlah penduduk di dunia tidak akan menjadi masalah berarti. Sebab, pada dasarnya Allah SWT menjamin ketersediaan SDA ini untuk menopang kehidupan manusia sampai Hari Kiamat.)*

Kamis, 08 Juli 2010

---------- Doa Untuk Kekasih ---------

Ya Allah….
Seandainya telah engkau catatkan… 
Dia milikku tercipta buatku… 
Satukanlah hatinya dengan hatiku… 
Titipkanlah kebahagian antara kami…. agar kemesraan itu abadi… 

Dan ya Allah… ya tuhanku yang maha mengasihi… 
Seiringkanlah kami melayari hidup ini… 
Ketepian yang sejahtera dan abadi…

Tetapi ya Allah… 
Seandainya telah engkau takdirkan…. dia bukan miliku… 
Bawalah ia jauh dari pandanganku…. Luputkanlah ia dari ingatanku… Dan peliharalah aku dari kekecewaan….

Serta ya Allah ya tuhanku yang maha mengerti….
Berikanlah aku kekuatan… 
Melontar bayangannya jauh ke dada langit… 
Hilang bersama senja nan merah.. agarku bisa bahagia… 
Walaupun tanpa bersama dengannya…

Dan ya Allah yang tercinta… 
Gantillah yang telah hilang…. 
Tumbuhkanlah kembali yang telah patah… 
Walaupun tidak sama dengan dirinya…
Ya Allah ya tuhanku… 
Pasrahkanlah aku dengan takdirmu… 
Sesungguhnya apa yang telah engkau takdirkan… 
Adalah yang terbaik buat ku…. kerana engkau maha mengetahui… 
Segala yang terbaik buat hamba Mu ini…

Ya Allah… 
Cukuplah engkau sahaja yang menjadi pemeliharaku… 
Di dunia dan di akhirat… 
Dengarlah rintihan dari hamba Mu yang daif ini… Jangan engkau biarkan aku sendirian… 
Di dunia ini mahupun di akhirat… 
Menjuruskan aku kearah kemaksiatan dan kemungkaran… 
Maka kurniakanlah aku seorang pasangan yang beriman… 
Supaya aku dan dia sama2 dapat membina Kesejahteraan hidup… Ke jalan yang Engkau redhai… dan kurniakanlah padaku keturunan yang soleh….
 
Amin.. Ya Rabbal Alamin....***
 
 
-----------------  JULY 2010 ----------------

Selasa, 06 Juli 2010

Ajudikasi Di Pandeglang Dihentikan

BPN Pandeglang bakal menghentikan program ajudikasi hingga tahun 2011. Ini dilakukan lantaran program itu sering mendapat keluhan dari masyarakat. Sebagai gantinya pemerintah akan melaksanakan proyek operasi nasional pertahanan (Prona).
Dijelaskan Kepala Seksi Hak Tanah BPN Pandeglang Prayitno, program ajudikasi yang selama ini dilaksanakan tidak berjalan sesuai harapan dan kerap dikeluhan warga. Kata Prayinto, sebenarnya program ajudikasi sangat bagus untuk mempercepat proses pembuatan sertifikat lahan warga yang sebelumnya belum memiliki sertifikat. “Berdasarkan hasil evaluasi program ajudikasi kurang berjalan dengan baik untuk itu diputuskan program ini dihentikan hingga 2011. Pemerintah akan menggantinya dengan prona yang ditargetkan sebarannya di beberapa kecamatan antara lain Saketi, Cikeudal, Mandalawangi, dan Batubantar.
Hanya saja untuk prona menurut Prayitno terbatas. Ia mencontohkan untuk prona dibatasi 600 bidang sementara ajudikasi bisa mencapai lebih dari 1.000 bidang.
Ditambahkannya, upaya masyarakat membuat sertifikat tanah belum maksimal dan sering terkendala. Bahkan menurutnya di lapangan masih ada proses jual beli dan kepemilikan sertifikat tanah dengan cara tidak benar. Aliansi Masyarakat Pro Anti Korupsi (AMPRAK) dan
Anggota Komisi I DPRD Pandeglang mengakui selama ini banyak persoalan yang menyertai pelaksanaan program ajudikasi.Ia berharap BPN lebih jeli saat akan menjalankan program...)***