Minggu, 28 Februari 2010

Bukit Hambalang'' TIM KAMPRET''

TIM PENINJAU 'BARAK' KAMPRET
Persiapan Upacara Pembukaan Latihan Kader Partai Gerindra
Pelatihan Kader Angkatan Pratama di Bukit Hambalang Bogor.
Semua Peserta dari berbagai pelosok Nusantara
Inilah Peserta yang tereleminasi

Senin, 22 Februari 2010

KEJAGUNG SIAP PERIKSA 9 KEPALA DAERAH

Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) terkendala surat izin dari Presiden, untuk memeriksa 9 kepala daerah dalam kasus tindak pidana korupsi. Sampai Rabu (10/02) penyidik masih menunggu turunnya surat izin Presiden, sebagai persyaratan untuk memeriksa para pejabat negara tersebut.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, mengemukakan hal tersebut kepada pers, di Jakarta. Menurut dia, usulan terhadap izin pemeriksaan para kepala daerah tersebut masih dikaji pihak Sekretariat Negara.

Data yang ada menunjukkan, kasus 9 kepala daerah itu bagian dari kasus 13 kepala daerah yang sudah dimintakan izin pemeriksaannya dari Presiden. Sebanyak 4 di antaranya sudah keluar izinnya, sehingga tersisa 9 orang lagi.

Dari kasus 4 kepala daerah yang sudah turun surat izin pemeriksaannya, terdapat Bupati Pasuruan Dade Angga dan Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari, yang didakwa melakukan korupsi. Dade, dan Ratna sudah diperiksa oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Bupati Ratna dituding terlibat dalam penggelembungan harga tanah, dalam kedudukannya sebagai ketua pengadaan lahan. Dalam kasus yang sama, ada enam tersangka lainnya, termasuk mantan Bupati Banyuwangi Syamsul Hadi.

Sedangkan Dade Angga, Bupati Pasuruan periode 2008-2013, ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Kas Daerah 2008-2009 senilai Rp74 miliar. Sebelumnya, ia tercatat sebagai pejabat pemegang kas daerah.***

KEBERANIAN

Kita patut bersyukur, iklim kebebasan di negeri ini begitu tampak, bila dibandingkan semasa Orde Baru. Kini, foto presiden, wakil presiden, menteri, kapolri, jaksa agung, bila ada sesuatu yang tidak berkenan kepada mereka, bisa dimanipulasi bahkan bisa dibakar sak suka-suka.

Yang terkini, suara Marsilam Simanjuntak, bisa dimanipulasi menjadi suara Robert Tantular, seperti yang disampaikan dalam transkrip rekaman percakapan Sri Mulyani, yang disampaikan Bambang Susatyo, anggota Pansus Angket Bank Century.

Memang kebebasan berpendapat dijamin oleh deklarasi HAM PBB dan juga Pasal 28 amandemen kedua UUD 1945.

Soalnya kemudian, kebebasan seperti apa yang dimaksudkan dalam dua legalitas formal itu? Bagaimana cara menggunakan kebebasan yang ada? Apakah dengan adanya kebebasan, seseorang bisa dibenarkan untuk menginjak-injak HAM orang lain. Atau kebebasan yang dimaksud, hanya berlaku untuk orang-orang tertentu?

Misalnya, Bambang boleh bebas, tetapi Badu tidak memiliki kebebasan seperti Bambang. Ketika kebebasan versi Bambang mendapat pembenaran secara sepihak, maka yang akan terjadi adalah malapetaka bagi kebebasan itu sendiri. Soalnya, untuk menafsirkan arti kebebasan, hanya kelompok Bambang yang berhak, sementara individu yang lain tidak.

Sepantasnya, ada kerangka yang lebih besar untuk dilihat. Soal kepastian penafsiran dan ketentraman sosial di masyarakat. Bila kebebasan seperti yang dimiliki Bambang dan kelompoknya sudah memang menjadi kehendak, maka ada dua kutub yang saling bertentangan dalam kehidupan berbangsa.

Satu sisi, ada manusia yang memiliki kekebalan untuk menista siapa saja, disisi lain ada manusia yang nasibnya memang untuk dinista. Bila demikian, dalam skala proses penataan norma kehidupan, tragedi puncaknya nanti, masyarakat akan bersahabat dan akrab dengan tindakan kejahatan, karena merasa memiliki frame kebebasan secara sendiri-sendiri.

Guna terhindar dari hal yang demikian, tak ada pilihan lain, seperti yang diungkapkan Charles J.Roro, wartawan Atlantic Monthly, ketika mengomentari The Rebel, karya Albert Camus......disini tidak ditemukan jejak-jejak sentimentalis, retorika ataupun jargon-jargon yang hanya dipahami selegintir orang......di sini kita dapat mendengar suara manusia yang teguh memegang nilai-nilai kesusilaan.

Jadi, terapkan hukum dengan rasa keadilan, berdasarkan fakta-fakta dan kesaksian. Bukan atas nama persekongkolan, tekanan opini atau rasa kebencian.

Beranikah kita mengatakan yang benar itu benar, walaupun itu harus terasa getir dan pahit.(*)

PENYAKIT KORUPSI YANG KRONIS

Korupsi di Indonesia adalah ibarat ke mana pendulum mengarah, di situ korupsi bersarang. Ironi, penyakit korupsi itu telah menjadi “barang mainan” kekuasaan di negeri ini sepanjang waktu.

Mulai dari rejim Orde Lama, Orde Baru dan bahkan di babak Orde atau Rejim Reformasi kini, korupsi telah sekian lama sebagai tema utama dan menjadi headlines media massa. Artinya, korupsi adalah tetap kronis di negeri ini.

Dengan demikian, korupsi sudah menjadi routine corruption, seperti istilah Bintoro Tjokroamidjojo pada akhir ‘80-an menyebutnya sebagai “korupsi yang telah membudaya.” Kenyataan sekarang ini pelaku korupsi tidak hanya terbatas dari kalangan pada wilayah negara seperti politisi, birokrasi, militer, polisi, Hakim, Jaksa dan bankir pemerintah misalnya, akan tetapi sekarang ini juga telah melibatkan spektrum yang lebih luas seperti kalangan profesional, akademisi, mahasiswa, aktivis LSM dan lain sebagainya.

Singkatnya, korupsi berkelas teri hingga kakap menjadi pemandangan setiap hari dan akrab didengar, dirasa dan dicicipi. Berdasarkan fakta bahwa, disadari atau tidak, sebagian dari masyarakat Indonesia adalah para penyokong budaya korupsi ini. Baik dia adalah pelaku atau pun hanya mendapat sedikit manfaat atas korupsi itu.

Korupsi adalah istilah yang sudah lama dikenal dalam masyarakat Indonesia. Dan terakhir sangat lekat dengan istilah kolusi dan nepotisme. Berbeda dengan terminology korupsi, dua istilah terakhir itu baru muncul dari marak dibicarakan pada akhir Orde Baru. Akan tetapi, ketiganya berkaitan dari mengandung inti makna yang sama.

Sebenarnya, implikasi makna kolusi dari nepotisme agak berbeda dengan korupsi. Walaupun anggapan yang umumnya berpandangan bahwa esensi kolusi dari nepotisme merujuk pada korupsi adalah salah kaprah, akan tetapi penggunaan istilah itu tidak begitu keliru. Karena inti dari kolusi dan nepotisme adalah juga merujuk pada makna korupsi, baik dalam arti ekonomi maupun politik (political corruption)

Ekonomi dan Politik Korupsi
Pada dasarnya, istilah korupsi awalnya lebih menonjol dalam studi politik daripada studi ekonomi. Kemudian terminologi masuk sebagai kajian pembangunan dan studi ekonomi politik. Dalam studi pembangunan misalnya menyumbangkan teori demonstration effect sebagai sumber untuk pendorong tumbuhnya korupsi di negara berkembang.

Sementara dalam studi ekonomi politik, terutama dalam the new political economy theory dikenal istilah rent seeking (RS) atau pencari keuntungan. Dalam hal ini, para pakar ekonomi-politik mencoba menerangkan melalui analisis RS ini bahwa tindakan-tindakan ekonomi yang dilakukan oleh para aktor politik tertentu pada waktu mereka melakukan kegiatan politik. Salah satunya adalah motivasi aktor melalui pemanfaatan kekuasaan publik untuk menumpuk kekayaan.

Korupsi juga dapat merupakan implikasi atas penyimpangan dalam pelayanan publik yang didasarkan pada mekanisme pasar bebas. Seperti Jacob van Kiaveren, dalam artikelnya The Concept of Corruption (1956) mendefinisikan korupsi sebagai akibat dari para pegawai yang korup memandang instansi publik sebagai sebuah lahan bisnis dari mana ia berusaha mendapatkan pendapatan sebanyak-banyaknya.

Dalam pandangan ini, pegawai dianggap mendudukkan pelayanan publik itu menjadi “unit maksimisasi“ atau sarana untuk mengoptimalkan profitnya secara individuil. Selanjutnya, Kiavaren melansir bahwa besarnya pendapatan pegawai dari sisi ini tergantung pada keadaan pasar atau seberapa besar demand masyarakat atas public service yang dijalankannya. Ataupun, dibarengi oleh kemampuan pencanderaannya untuk menemukan keuntungan yang sebesar besarnya dalam kurva permintaan masyarakat. Sehingga, Nye dalam artikelnya Corruption and Political Development: A Cost-Benefit Analysis menyimpulkan bahwa korupsi adalah tidak lain penggunaan secara tidak syah sumberdaya milik umum untuk manfaat pribadi.

Prestasi Korupsi
Bagi lembaga seperti Bank Dunia, Transparansi Internasional ataupun PERC, negeri ini adalah kelompok negara yang paling subur untuk tumbuh dan berkembangnya korupsi. Misalnya, PERC di Hongkong selalu menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling korup di antara negara-negara terpenting di Asia. Apalagi oleh Bank Dunia, secara fantastis pernah menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara terkorup keempat seantero dunia. Bahkan lebih dari duapuluhan tahun lalu, hampir semua kalangan di negeri ini digegerkan oleh statemen Prof. Sumitro Djojohadikusumo yang menyatakan bahwa kebocoran keuangan negara lebih dari 30%.

Vonis di atas tentunya tidaklah terlalu mengejutkan, sebab korupsi telah menjadi komoditi sehari-hari itu telah menjadi “barang umum”. Sehingga tidak heran jika maraknya berita pengkapan koruptor di media massa bukannya menjadi sesuatu yang perlu ditakuti oleh para penjarah uang rakyat karena sudah sangat lumrah dan biasa. Dengan demikian, korupsi bagi banyak kalangan pada bangsa ini adalah sesuatu perbuatan yang telah termaklumi alasan-alasannya.

Jadinya, korupsi adalah merupakan tindakan yang enteng-entengan dan sanksi atau hukuman bukannya menjadi sesuatu ancaman bagi koruptor, malahan dijadikan tantangan. Para koruptur itu tidak akan gentar dengan ancaman pidana, sebab kapan saja dan dimana saja akan senang hati didekati para “markus” (baca: makelar kasus). Tentunya, dengan sedikit persenan dari rupiah hasil jarahan.

Singkatnya, diyakini atau tidak, korupsi kini telah hadir sebagai prestasi dalam politik atau pun ekonomi bangsa. Apalagi akan semakin hadir dalam lingkungan yang kian hedonistik, dimana semboyan “keuangan yang Maha Kuasa” telah menjadi bagian dari way of live di negeri tercinta ini.(*)

Sabtu, 20 Februari 2010

''Tahun 2010, Anggaran Pendidikan 195,636 Trilliun''

Anggaran pendidikan tahun 2010 ditargetkan senilai Rp 195,636 triliun atau berkurang Rp 11,77 triliun dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 207,413 triliun. Meski terjadi penurunan, hal itu masih sesuai konstitusi yang mengharuskan 20 persen APBN untuk pendidikan.
Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengatakan hal tersebut Rabu (22/4) dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat 2009 dalam Rangka Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 yang difokuskan pada Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat.
Dengan anggaran Rp 195,636 triliun tersebut, anggaran pendidikan tahun 2010 akan setara dengan 20,6 persen dari total anggaran belanja negara pada Rancangan APBN (RAPBN) 2010. Adapun tahun 2009 anggaran pendidikan 21 persen dari APBN.
Anggaran pendidikan Rp 195,63 triliun tersebut sudah termasuk dana pendidikan yang ditransfer ke daerah senilai Rp 113,109 triliun atau berkurang dibanding tahun 2009 yang dialokasikan sebesar Rp 117,862 triliun.
Menurut Sri Mulyani, penetapan anggaran pendidikan yang sangat besar bisa membuat aparat pemerintah pusat dan daerah yang mengelola sektor pendidikan menjadi bermalas-malasan, tidak kreatif, dan kurang menghasilkan program yang inovatif. Padahal semakin besar anggaran yang dipercayakan pada departemen atau daerah menuntut tanggung jawab moral yang semakin tinggi.
”Besarnya anggaran pendidikan bisa membuat pejabat di Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama ongkang-ongkang kaki. Sebab, tanpa berpikir keras pun uang pasti datang karena siapa pun presidennya tidak akan ada yang berani menolak konstitusi,” ujar Sri Mulyani.
 
PERLU DICERMATI
Sri Mulyani mengatakan, tingginya aliran dana pendidikan ke daerah juga perlu dicermati secara lebih serius oleh aparat di daerah. Adanya dana alokasi khusus (DAK) pendidikan yang digunakan untuk peningkatan kondisi fisik dan fasilitas sekolah, menurut Sri Mulyani, mestinya seluruh kondisi fisik sekolah di Tanah Air memadai.
”Setelah DAK pendidikan dinaikkan, jangan sampai ada media massa yang masih menemukan foto sekolah yang rusak. Seharusnya itu tidak boleh terjadi lagi.(*)

Rabu, 17 Februari 2010

Demokrasi Dalam Bingkai Pancasila

Sejak merdeka, perjalanan kehidupan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Dari demokrasi parlementer/ liberal (1950–1959), demokrasi terpimpin (1959–1966) dan Demokrasi Pancasila (1967–1998). Tiga model demokrasi ini telah memberi kekayaan pengalaman bangsa Indonesia dalam menerapkan kehidupan demokrasi.
Setelah reformasi demokrasi yang diterapkan di Indonesia semakin diakui oleh dunia luar. Reformasi telah melahirkan empat orang presiden. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Demokrasi yang diterapkan saat ini masih belum jelas setelah pada masa Presiden Soeharto dikenal dengan  Demokrasi Pancasila.
Ir Soekarno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi (1965) pernah mengungkapkan pendapatnya tentang demokrasi bagi bangsa Indonesia. “Apakah demokrasi itu? Demokrasi adalah ’pemerintahan rakjat’. Tjara pemerintahan ini memberi hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah. Tjara pemerintahan ini sekarang menjadi tjita-tjita semua partai nasionalis Indonesia. Tetapi dalam mentjita-tjitakan faham dan tjara-pemerintahan demokrasi itu, kaum Marhaen toch harus berhati-hati. Artinya: djangan meniru sahaja ’demokrasi demokrasi’ yang kini dipraktekkan di dunia luaran….”
Bung Karno mempunyai pandangan sendiri mengenai demokrasi bagi Indonesia. Demokrasi khas Eropa dianggap tidak sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Dalam tulisannya, demokrasi yang begitu hanyalah demokrasi parlemen saja, hanya demokrasi politik saja, sementara demokrasi ekonomi tak ada. Demokrasi politik saja belum menyelamatkan rakyat.
Kaum nasionalisme Indonesia tidak boleh mengeramatkan demokrasi seperti itu. Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari gebyarnya atau kilaunya negeri keluar saja, tetapi ia harus mencari selamatnya semua manusia.
Pencarian bentuk demokrasi bagi Indonesia nampaknya masih terus berlangsung. Oleh beberapa kalangan, kondisi saat ini dianggap ideal untuk tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Namun demokrasi yang sedang tumbuh ini, oleh beberapa kalangan juga dianggap terlalu bebas.
Kecenderungan untuk tumbuhnya demokrasi di Indonesia saat ini sudah dapat dirasakan. Media massa atau pers menikmati kebebasannya. Masyarakat bebas berpendapat dan berorganisasi. Rakyat juga memilih langsung atau memilih sendiri pemimpinnya. Komisi negara dibentuk oleh negara. Diperbolehkannya jalur independen atau calon perseorangan di luar jalur politik mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) turut meramaikan kehidupan demokrasi di Indonesia.
Perkembangan demokrasi turut meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Masyarakat boleh mengorganisasikan diri untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat atau rakyat kembali merasakan kebebasan sipil dan politiknya. Rakyat menikmati kebebasan berpendapat. Rakyat menikmati kebebasan berorganisasi.
Kebebasan sipil bisa dinikmati meskipun di sisi lain hak sekelompok masyarakat bisa dihilangkan oleh kelompok masyarakat lain. Dalam kondisi seperti ini, beberapa kalangan menilai penerapan demokrasi di Indonesia harus dijiwai dengan ideologi atau dasar negara RI, Pancasila. Pancasila sebagai dasar atau ideolgi negara harus diterapkan dalam kehidupan berdemokrasi.
Pancasila
Pancasila sebagai konsep diungkapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 saat menyampaikan pidatonya yang berisikan konsepsi usul tentang dasar falsafah negara yang diberi nama dengan Pancasila. Konsepsi  usul ini berisi: 1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme; 2. Perikemanusiaan atau Internasionalisme; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; serta 5. Ketuhanan yang Maha Esa.
Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1945, sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mencapai konsensus nasional dan gentlemen agreement tentang dasar negara Republik Indonesia. Konsensus nasional yang mendasari dan menjiwai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu dituangkan dalam suatu naskah yang oleh Mr Muhammad Yamin disebut Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta merupakan hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan,  panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI, antara umat Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preamble). Selanjutnya, saat pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Membaca sejarah pergerakan nasional di Indonesia, perubahan ini nampak bukan suatu proses dari saat disahkakannya Piagam Jakarta hingga menjadi Pembukaan UUD 1945. Para wakil rakyat Indonesia ketika itu terbagi atas dua kelompok aliran pemikiran. Di satu pihak mereka yang mengajukan agar negara itu berdasarkan kebangsaan tanpa kaitan khas pada ideologi keagamaan. Di pihak lainnya, mereka yang mengajukan Islam sebagai dasar negara.
Keduanya memiliki akar dalam sejarah dan perkembangan gerakan nasional Indonesia. (*)

Mengukur Keberhasilan Pendidikan

Pasca putusan Mahkamah Agung yang tidak memperbolehkan diselenggarakannya Ujian Nasional (UN) dunia pendidikan kita kembali heboh dengan berbagai komentar yang muncul setelahnya. Dengan diputuskan bahwa Ujian Nasional dilarang berarti telah memenangkan gugatan golongan yang selama ini kontra dengan penyelenggaraan UN.

Bagi mereka yang kontra tentu hal ini merupakan buah manis hasil perjuangan yang telah melalui bermacam alur birokrasi hingga menembus jalur hukum. Namun, bagi pemerintah yang notabene adalah pihak tergugat penyelenggaraan UN harus tetap dilaksanakan sebagai upaya mengukur tingkat keberhasilan belajar pada siswa di satuan pendidikan tertentu. Pertimbangan yang demikian ini membuat penyelenggaraan UN tetap dianggap penting.

Pendidikan tidak hanya dapat diukur dengan satu aspek saja. Katakanlah hanya aspek pengetahuan siswa. Melainkan harus pula menilai aspek moral, sikap, dan keaktifan dalam belajar. Dengan demikian ketiga aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keaktifan (psikomotorik) dapat diukur sebagai penilaian terhadap keberhasilan belajar peserta didik.

Dalam penyelenggaraan UN tampaknya masih condong pada penilaian satu aspek saja yaitu pengetahuan. Sehingga, aspek yang lain masih diabaikan sebagai penentu kelulusan peserta didik pada satuan pendidikan tertentu. Hal inilah yang menjadi bahan perdebatan bagi pihak yang merasa dirugikan dengan penyelenggaraan UN.

Kejadian yang memilukan pasca UN sebelumnya memang menjadi gambaran kecil wajah pendidikan kita. Sebagian siswa yang tidak lulus UN mengalami depresi mental dan bahkan nekat untuk bunuh diri. Sedangkan bagi sekolah yang tidak dapat meluluskan siswanya tentunya menjadi momok tersendiri bagi eksistensi sekolahnya. Apalagi mereka yang mengelola sekolah swasta di pinggiran.

Ancaman serius yang muncul kemudian ialah minimnya animo siswa untuk bersekolah di sekolah tersebut dan reputasi sekolah menjadi buruk. Sehingga, orang tua murid enggan menyekolahkan anaknya pada sekolah tersebut. Jika tetap dalam kondisi seperti ini sekolah yang bersangkutan terancam ditutup atau dimerger dengan sekolah lain. Bagaimana dengan nasib gurunya?

Melihat kondisi yang demikian itu memicu semua pihak untuk peduli terhadap pendidikan Indonesia ke depan. Berbagai pemerhati pendidikan bersama masyarakat lainnya berupaya mencari jalan keluar yang tepat dalam mengukur keberhasilan belajar siswa. Termasuk upaya menggugat pemerintah agar kebijakan penyelenggaraan UN ditiadakan. Dan, hasilnya Mahkamah Agung mengabulkan gugatan mereka.

Walaupun putusan Mahkamah Agung menyebutkan bahwa pemerintah dilarang menyelenggarakan Ujian Nasional namun pada tahun pelajaran 2009-2010 ini Menteri Pendidikan Nasional menyatakan akan tetap menyelenggarakan UN dengan berbagai perbaikan. Perbaikan yang disebutkan menteri meliputi proses penyusunan soal hingga koreksi hasil UN siswa.

Perhatian yang ditekankan adalah dalam pengawasan terhadap setiap aktivitas dari pra UN hingga pasca UN. Agar tidak terjadi kecurangan. Kita berharap semoga memang benar-benar tidak terjadi kecurangan dalam penyelenggaraan UN ke depan.

Kembali pada pentingnya penilaian terhadap aspek afektif dan psikomotorik tampaknya sangat perlu dimasukkan dalam kriteria kelulusan yang harus dimiliki siswa. Penilaian afektif dan psikomotorik ini dilakukan oleh sekolah. Penilaian ini juga memiliki parameter pengukuran yang sama dengan penilaian kognitif sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir apakah siswa dinyatakan lulus atau pun malah sebaliknya. (*)

Menyongsong Badan Hukum Pendidikan Indonesia Terealisasi

Setidaknya telah tercatat di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ada 185 buah Rencana Undang-Undang (RUU) yang telah disahkan oleh anggota DPR dalam periode 2004-2009. Termasuk di dalamnya adalah Rancangan Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP).

Desas-desus BHP bukanlah sesuatu yang baru lagi. Isu BHP telah menjadi perdebatan panjang selama lima tahun dari tahun 2003-2008 dan mengalami judicial review selama 39 kali berturut-turut di Mahkamah Konstitusi.

Sebenarnya UU BHP merupakan turunan penjelas dari Pasal 53 UU No 20 tahun 2003 yang mengatur Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Indonesia. Adanya pengesahan BHP akan mengubah institusi pendidikan menjadi bentuk Badan Hukum.

Konsekuensi logis yang harus ditanggung adalah sebuah eliminasi peran dan tanggung jawab pemerintah untuk kemudian diserahkan sepenuhnya kepada institusi pendidikan. Agar pendidikan bersifat mandiri.

Di satu sisi sebenarnya ada sebuah semangat positif yang terbangun dengan realisasi BHP. Seperti akuntabilitas, transparansi, serta efisiensi birokrasi diharapkan akan menjadi solusi dari permasalahan pendidikan di Indonesia. Selain itu realisasi adanya BHP membuat institusi pendidikan harus bekerja keras untuk menghasilkan performa terbaiknya dalam pengelolaan akademik, administrasi, finansial, serta profesionalitas kualitas risetnya.

Namun, di sisi lainnya ada beberapa hal yang memicu keresahan berbagai macam pihak enam tahun ke belakang. Realisasi BHP cenderung untuk mengakibatkan adanya upaya liberalisme pendidikan. Salah satu hal yang perlu dikritisi adalah dari sisi pendanaan BHP.

Sebagaimana tercantum dalam UU BHP pasal 41 tidak seluruh pendanaan BHP berasal dari Pemerintah. Baik itu pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Artinya masih terdapat porsi-porsi di mana institusi pendidikan yang bersangkutan perlu mengusahakan sendiri sumber dana lain dalam memenuhi kemandirian biaya operasional penyelenggaraan pendidikan.

Dari berbagai analisis sebenarnya mekanisme pendanaan biaya operasional pada BHP di luar porsi pemerintah, tidak hanya diatur dalam UU BHP saja. Namun, juga tercantum pada peraturan-peraturan lain (PP dan perpres).

UU BHP hanya menjelaskan garis besar porsi-porsi pembiayaan yang harus ditanggung sendiri oleh BHP dan menjelaskan secara umum mekanisme memperolehnya. Perincian dari mekanisme tersebut diatur selanjutnya oleh peraturan lain. 

Salah satu sumber pendanaan yang diperbolehkan dijalankan oleh BHP adalah investasi dalam bentuk portofolio (saham). Hal ini tercantum dengan jelas pada pasal 42 ayat 1. Hal ini menunjukkan bahwa institusi pendidikan (BHP) memang analog dengan sebuah perusahaan go public karena dapat bermain di pasar bursa.

Tentunya kita belum lupa mengenai riskannya bermain di sektor finansial. Tak terhitung berapa banyak perusahaan-perusahaan besar dunia yang mendadak gulung tikar karena fluktuasi nilai saham yang sangat rentan. Apakah sektor vital seperti pendidikan ini pantas ditopang oleh sumber pendanaan seperti ini.

Mekanisme lain yang dapat dilakukan oleh BHP untuk memperoleh dana adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dengan ketentuan yang sesuai pasal 45 ayat 1 UU BHP. Namun, tidak ada penjelasan lebih terinci mengenai hal tersebut.

Satu hal yang menarik adalah keberadaan PP No 48 tahun 2008 mengenai pendanaan pendidikan. PP tersebut menjelaskan secara terinci sumber-sumber dana yang dapat digunakan oleh BHP. Pada PP tersebut terdapat beberapa pasal yang jelas-jelas mengatakan bahwa salah satu sumber pendanaan institusi pendidikan adalah dari pihak asing.

Beberapa aturan konstitusional ini membuat posisi institusi pendidikan menjadi kian layaknya menara gading. Hanya orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi tinggilah dapat mengeyam pendidikan di institusi tersebut karena mereka memberikan pendanaan lebih untuk penyelenggaraan pendidikan.

Namun, masih ada angin segar buat masyarakat miskin. UU ini masih menjamin murid pandai yang miskin untuk bisa menikmati bangku di institusi pendidikan tersebut. Sesuai dengan pasal 46 UU BHP tersebut disebutkan bahwa kuota mereka adalah 20 persen kursi perguruan tinggi tiap tahunnya.

BHP kini menjadi sebuah keniscayaan. Enam tahun sudah RUU BHP diperdebatkan dan kini telah mencapai puncaknya menjadi sebuah UU yang disahkan. Lantas yang jadi pertanyaan apakah perjuangan mahasiswa berakhir sampai di sini. Tentu saja perjuangan mahasiswa belum berakhir. Mahasiswa harus menjadi insan terdepan untuk melakukan pengawasan proses realisasi UU BHP ini.

Dengan mengirimkan perwakilan mahasiswanya ke tingkat Majelis Wali Amanat di institusi pendidikannya masing-masing mahasiswa dapat melakukan pengawasan dan terlibat langsung untuk perancangan implementasi UU BHP ini terhadap aturan-aturan konstitusional di dalam kampusnya. Agar tetap berada pada koridor jalur yang benar.

Hal paling mendasar yang harus diawasi adalah masalah proporsi dana penyelenggaraan pendidikan. Karena di sana ada hak masyarakat miskin yang tidak boleh kita abaikan karena hak meraih pendidikan adalah hak semua masyarakat Indonesia. Sesuai yang terkandung pada Pasal 31 UUD 1945.

Namun, bisa jadi jika belakangan analisis visibilitas menyatakan bahwa BHP tidak berpihak pada keadilan pendidikan pada seluruh masyarakat Indonesia maka bukan tidak mungkin ter jadi lagi gerakan massa berhimpun turun lagi ke jalan menyerukan dan menuntut sebuah keadilan dan kebenaran. Bukan untuk apa-apa. Namun, hal ini dilakukan semata-mata untuk mendesak negara kembali ke jalur yang benar. Agar dapat mewujudkan kecerdasan kehidupan bangsa. (*)

Selasa, 16 Februari 2010

CINTA


" Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia karena cinta itu membangkitkan semangat, hukum-hukum kemanusian dan gejala alami pun tak mampu mengubah perjalanannya. Jika cinta tak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang."(*)

PENYEBAB KEGAGALAN ORANG PINTAR

Seperti halnya kesuksesan, setiap orang pun bisa mengalami kegagalan!
Tak terkecuali orang-orang jenius yang kecerdasannya mendekati sempurna.
Karena, memang tak ada jaminan bahwa orang pintar akan selalu sukses.

Makanya, jangan heran, jika Anda menemui rekan sekolah Anda yang dulu
dikenal pandai dan cerdas namun akhirnya hanya merutuki nasib karena
masa depannya yang suram! Apa penyebabnya? Di luar nasib dan faktor,banyak hal yang bisa memicu kegagalan orang-orang pintar. Namun
berdasarkan wawancara dan survei yang dilakukan pada 200 orang pintar di
Amerika, ada enam hal penting penyebab kegagalan bagi mereka. Coba simak:

* Kurang keterampilan sosial
Seberapa pun hebatnya intelegensi akademis Anda, Anda tetap perlu
memiliki intelegensi sosial, seperti kemampuan mendengarkan, peka terhadap
perasaan orang lain, memberi dan menerima kritik dengan baik. Orang yang
memiliki intelegensi sosial tinggi mampu mengakui kesalahan mereka dan
tahu bagaimana membina dukungan tim. Intelegensi sosial bisa diperoleh
dengan banyak berlatih.

* Tidak cocok
Sebuah kesuksesan memerlukan kecocokan antara kemampuan, bakat,
kepentingan, keinginan, kepribadian, dan nilai-nilai dalam pekerjaan Anda.
Bila Anda merasa tidak cocok, maka jangan ragu untuk meninjau perilaku
pekerjaan dan menyesuaikan atau mengubah pekerjaan Anda selama ini. Bagi
beberapa orang, pokok persoalannya adalah seberapa besar resiko yang
berani diambil.

* Tidak ada komitmen
Sesuatu yang dilakukan setengah-setengah akan memperbesar kemungkinan
gagal. Suatu tujuan perlu dibarengi tekad, semangat, dan komitmen yang
kuat untuk mencapainya. Kurangnya penghargaan pada diri sendiri
merupakan penyebab dasar kegagalan. Untuk bisa ambil bagian dalam sukses, Anda
harus yakin bahwa Anda bisa melakukannya.

* Kurang fokus
Beberapa orang melakukan terlalu banyak kegiatan sehingga akhirnya
tidak melakukan satu pun dengan baik. Fokuskan kembali diri Anda pada apa
yang paling baik dilakukan. Sadarilah keterbatasan Anda, tetapkan
prioritas, dan susun organisasi usaha Anda.

* Kurang menyadari rintangan
Kadang, banyak rintangan tersembunyi yang sulit diperangi. Umur,
diskriminasi jenis kelamin dan ras merupakan jenis rintangan yang sering
tidak disadari. So, Anda harus meninjau kembali, berdasarkan analisa yang
benar mengenai situasi, untuk merebut kembali kontrol atas kehidupan dan
masa depan Anda.

* Kemalangan
Siapapun tidak bisa menolak adanya takdir, entah itu takdir baik atau
buruk. Dan siapa pula yang bisa menolak ketika kemalangan itu harus Anda
alami? Seandainya ini terjadi, yang harus Anda lakukan, jangan
menyalahkan diri sendiri! Ingat, meski tak bisa menolak kemalangan itu, namun
selalu ada jalan untuk memperbaikinya.

Pada akhirnya, kegagalan bukanlah ‘jalan buntu’ untuk mencapai sukses.
Kesempatan datang silih berganti. Jika hari ini Anda gagal, mungkin
besok Anda akan sukses. Jika Anda mampu berpikir jernih mengenai kegagalan
dan menyadari bahwa dalam hidup ini selalu ada pilihan, Anda akan bisa
menyikapi sebuah kegagalan sebagai pelajaran yang berharga. Ingat, tak
ada orang yang lebih bodoh selain tidak bisa memetik pelajaran dari
sebuah kegagalan.(*)

Minggu, 14 Februari 2010

Konflik dalam Organisasi

Hanya ada dua posisi seseorang dalam sebuah organisasi, yakni dipimpin dan Pemimpin. Organisasi adalah sebuah sistem yang berfungsi sebagai wadah interaksi antar manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang pemimpin merupakan tonggak ujung yang akan mengarahkan agar tujuan organisasi tercapai. Pemimpin mempunyai power yang tidak dimiliki oleh orang yang dipimpin. Power tidak dapat tumbuh begitu saja. Power merupakan kekuatan untuk mengelola dan mengatur organisasi. Beberapa ahli berpendapat bahwa kemampuan seseorang dalam memimpin adalah sebuah kemampuan alami secara genetik, yang tidak bisa diajarkan. Akan tetapi tidak semua orang berpandangan sama. Kemampuan seseorang untuk menjadi pemimpin dapat dipelajari baik di lingkungan pendidikan maupun terjun langsung di lapangan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pemimpin memegang peranan penting dalam sebuah organisasi. Orang awam akan langsung bertanya, ”Siapa sih pemimpin partainya?”. Karena dari situlah dapat ditebak seperti apa gambaran organisasi tersebut. Segala atribut yang menempel di pemimpin, seperti umur, jabatan dan bahkan suku bangsa dapat digeneralisir menjadi atribut organisasi yang dipimpinnya. Terlepas dari semua hal itu, sebenarnya ada hal yang lebih pokok dari atribut-atribut tersebut. Karena pada hakekatnya, secara tidak langsung seorang pemimpin organisasi akan membawa visi pribadinya menjadi bagian dari visi organisasi. Alangkah naifnya jika ternyata seorang pemimpin baru yang ditunjuk, mempunyai visi pribadi yang kurang sinergi dengan visi organisasi dan secara perlahan-lahan mengotori visi organisasi. Hal ini bukan hal yang baru di dalam sebuah organisasi. Sudah banyak contohnya di kehidupan politik bangsa ini. Konflik internal di beberapa partai politik merupakan dampak dari permasalahan itu. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi sangat erat kaitannya dengan visi organisasi. Seorang pemimpin akan menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai visi organisasi. Akan tetapi ada hal lain yang bisa digunakan dalam menjalankan kepemimpinan, yakni pengalaman.

Proses seorang menjalankan kepemimpinanya di organisasi tidak akan berjalan dengan linier. Rumus matematik saja sejatinya belum cukup untuk memodelkan pola kepemimpinan dan daur hidup organisasi. Banyak permasalahan-permasalahan internal yang sebagian besar tidak ingin diungkapkan sebagai permasalahan organisasi. Beberapa ahli organisasi dan konsultan menyebut organisasi dalam kondisi sakit. Keengganan pemimpin untuk mengakui dan mengungkap permasalahan internal organisasi bisa menjadi efek bola salju. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa semua organisasi mempunyai permasalahan internal. Dan proses penyelesaiaan secara benar bukan satu-satunya indikator berhasil tidaknya organisasi dalam mencapai visi dan tujuannya. Yang lebih utama adalah hasil atau output. Indikator tersebut merupakan indikator yang paling valid dari indikator-indikator lain untuk mengukur tercapainya visi dan tujuan organisasi. Misalnya ketika terjadi permasalahan internal, solusi-solusi akan datang silih berganti dan tumpang-tindih untuk mencoba menengahi dan menyelesaikannya. Namun, yang perlu diperhatikan justru sejauh mana hasil atau output tersebut dalam hal kualitas. Karena bisa saja yang terjadi dengan adanya permasalahan internal atau konflik itu, dapat menjadikan pelajaran yang berharga dan memicu produktivitas. Hal ini sesuai dengan penjelasan di atas bahwa siklus organisasi sejatinya tidak ada yang linier, akan tetapi penuh dengan kondisi probailistik.

Konflik organisasi secara umum ada dua macam. Pertama konflik eksternal, yakni bekaitan dengan hubungan organisasi dan lingkunganya. Kedua adalah konflik internal, yakni permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam organisasi. Beberapa ahli organisasi berpendapat bahwa konflik internal meliputi konflik yang terjadi di dalam diri individu, konflik antar individu yang dipimpin, konflik antara individu yang dipimpin dan organisasi, konflik antara pemimpin dan yang dipimpin, serta konflik antara pemimpin dengan organisasi . Porsi terbesar yang dapat memicu potensi rapuhnya organisasi adalah konflik yang melibatkan pimpinan di dalamnya. Ini adalah sesuatu yang lumrah mengingat pemimpin adalah tonggak ujung organisasi. Pemimpin yang mempunyai tanggung jawab menjaga keluwesan organisasi dalam menghadapi konflik. Pandangan ahli organisasi pada zaman dulu menganggap bahwa konflik adalah ancaman yang mengandung resiko. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, manajemen konflik menjadi wacana baru.

Konflik merupakan dampak dari kepentingan, baik kepentingan individu yang dipimpin maupun pemimpin. Untuk membentuk sebuah organisasi yang kokoh, visi pemimpin (secara indiidual) harus selaras dengan visi organisasi (Teori Agency). Disadari atau tidak, ketika bergabung dalam sebuah organisasi, setiap individu mempunyai kepentingan tertentu yang ingin dicapai pada saat bergabung dengan organisasi. Disamping bahwa ada kepentingan organisasi, yakni visi, yang harus sejalan dan selaras dengan pemikiran individu yang bergabung dengan organisasi. Kepentingan merupakan salah satu faktor dominan yang menjadi akar pemicu konflik. Dan ketika angan-angan dan harapan dari kepentingan tersebut perlahan-lahan hilang, maka individu yang bersangkutan akan surut semangatnya di organisasi itu. Konflik juga bersinggungan dengan peran. Peran yang dijalani setiap individu (baik pemimpin maupun yang dipimpin) bisa saja bertentangan dengan keinginan pribadi yang bersangkutan.

Seperti halnya manusia hidup di dunia juga mempunyai kepentingan. Jika dianalogikan dalam kehidupan berorganisasi, kepentingan individu di dalam organisasi diumpamakan sebagai kepentingan mengejar kehidupan dunia. Sedangkan kepentingan memperoleh kehidupan akhirat yang baik, diibaratkan seperti pencapaian visi organisasi. Apabila kepentingan untuk meraih pencapaian visi organisasi diutamakan dan tetap dijunjung tinggi, maka kepentingan individu juga akan ikut terlaksana. Manusia sebagai entitas individu memang tidak bisa lepas dari atribut-atribut yang menempel di setiap individu. Manusia mempunyai cipta, rasa dan karsa dalam menjalankan berbagai aktivitas apapun. Demikian juga ketika manusia berinteraksi dalam sebuah organisasi. Kepentingan-kepentingan individu tidak bisa dipungkiri akan terbawa pada saat setiap individu berinteraksi. Emosi dan hati manusia ketika berinteraksi dalam sebuah organisasi akan selalu menghiasi. Namun perlu disadari juga bahwa hati manusia mudah berubah dan alangkah indahnya jika setiap individu bisa menata hatinya . Karena pada hakekatnya interaksi manusia dalam organisasi tidak akan pernah bisa lepas dari hakekat manusia yang mempunyai emosi dan hati.))*****

Sabtu, 13 Februari 2010

GRAFIS PENEMUAN PANSUS CENTURY

Tim Panitia Khusus Hak Angket Bank Century, Jumat (12/2), melakukan verifikasi dan investigasi lapangan ke lima daerah di Indonesia yang merupakan lokasi cabang Bank Century.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, pansus menemukan bukti adanya aliran dana sebesar Rp 1,4 miliar mengucur ke tim sukses Susilo Bambang Yudhoyono dari asuransi jiwa proteksi. Padahal secara likuiditas kondisi Bank Century sedang tidak normal.

Kemudian, terdapat satu nasabah terbesar dengan kepemilikan dana sebesar Rp 66 miliar dan dipecah dalam 33 bilyet. Namun, Rp 24 miliar di antaranya telah disita polisi karena dana dari pihak ketiga, yaitu Signatur Capital Indonesia.

Di Medan, Sumatra Utara, jumlah dana pada 6-13 November 2008, mencapai Rp 249 miliar. Penawaran Reksadana Antaboga ke nasabah dilakukan intens atas memo internal dari Century pusat. Tanggal 13 November stop kliring. Namun, beberapa hari kemudian terdapat penarikan dana yang cukup besar. Polisi melaporkan adanya penyimpangan dana sebesar Rp 4,9 triliun dan Rp 1,56 triliun dalam bentuk SIC.

Di Bali, tim pansus gagal meminta Bank Century membuka data. Pihak Century yang kini bernama Bank Mutiara, beralasan takut melanggar rahasia perbankan. Tapi menurut Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) terdapat 50 aliran dana mencurigakan dari 20 nasabah.

Sementara di Jakarta, tim pansus menemukan adanya empat nama yang mencurigakan karena mencairkan uang sedikitnya Rp 1 miliar, sejak 1 September 2008. Mereka adalah Lie Anna Puspasa, M. Linus, M. Nizar, dan Kasena Pandi.

Tim pansus juga curiga karena adanya kejanggalan dalam pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP). Dimana proses pendataan perubahan dalam proses lembaran negara berlangsung sangat singkat dari yang seharusnya. Sedangkan, di Surabaya, Jawa Timur, rapat tim pansus dengan pihak Bank Mutiara berlangsung tertutup.(*)

Senin, 08 Februari 2010

Apa Tujuan Obama ke Negara Indonesia?

Rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama ke Indonesia diminta tidak perlu direspons berlebihan. Posisi masyarakat Indonesia harus dibuat sejajar, bukan tunduk dengan aturan protokoler Amerika Serikat (AS). kedatangan Obama tidak akan membawa pesan luar biasa bagi Indonesia. Bahkan, kunjungan yang akan digelar pada pertengahan Maret itu hanya sebagai nostalgia saja.

"Paling juga kedatangan ini untuk bilang ke anaknya, di sini loh nak Papamu pernah mengenyam pendidikan.***

Manajemen Negara Bukan Hanya Mobil Mewah

Ada dua tugas utama setiap pemimpin. Tugas yang pertama adalah sebagai figure yaitu orang yang member visi, member inspirasi, menjadi tokoh dari organisasi yang dipimpinnya. Tugas yang kedua adalah sebagai manajer yaitu orang yang merencanakan, mengelola sumber daya, dan memastikan organisasinya mencapai tujuan yang diamanahkan kepadanya.

Sedemikian pentingnya manajemen ini sehingga ahli manajemen seperti Drucker menyatakan, "perkembangan ekonomi dan sosial adalah hasil dari manajemen". Dalam konteks manajemen Negara dapat diartikan semakin baik kualitas manajemen suatu negara semakin baik pula hasil ekonomi dan sosialnya. Sebaliknya, kondisi ekonomi dan sosial yang buruk menunjukkan manajemen negara yang buruk pula.

Siapa manajer pada suatu negara. Mereka adalah semua pejabat mulai dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Baik pejabat di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Mulai dari presiden hingga kepala bagian loket pelayanan.

Pada hakikatnya semua pejabat negara punya tugas yang sama yaitu menyusun rencana, mengelola sumber daya, dan memastikan organisasinya mencapai tujuan yang diamanahkan kepadanya. Tujuan utama mereka juga sama. Mereka bertanggung jawab mencapai tujuan terwujudnya kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat UUD 1945.

Tentu saja beban dan lingkup tanggung jawabnya berbeda-beda sesuai jenjang dan fungsinya. Pejabat di bidang hukum bertugas memastikan tujuan organsasinya yaitu tegaknya hukum tercapai. Pejabat di bidang pendidikan bertugas memastikan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa juga tercapai. Pejabat di bidang pangan bertanggung jawab memastikan masalah pangan bagi rakyat teratasi. Demikian seterusnya.

Merujuk pada pernyataan Drucker tentang pengelolaan negara mari kita lihat bagaimana negara kita diurus. Kita perlu melihat bagaimana para manajer negara mengurus mulai dari masalah strategis seperti pembangunan infrastruktur, arah pengembangan industri, konsep pembangunan manusia Indonesia, masalah listrik, mengatur ruangan penjara, sampai masalah administrasi.

Menjadi manajer tidak cukup berhenti hanya pada visi, cita-cita, atau slogan-slogan saja. Menjadi manajer berarti bertanggung jawab hingga hasil akhir yang diamanahkan padanya.

Betapa mirisnya kita merasakan giliran pemadaman listrik di ibu kota negara dan kota-kota lainnya. Produk-produk kita kalah bersaing dengan produk-produk negara lain karena mahalnya berbagai biaya dan pungutan. Belum lagi tertinggalnya berbagai infrastruktur strategis kita dibanding negara lain.

Betapa sedihnya kita mengetahui ternyata banyak tangan yang berkuasa di luar sistem yang bisa mengendalikan proses hukum. Kita juga prihatin para pejabat berdebat. Bahkan, sampai saling memaki untuk membahas sebuah kasus yang sebenarnya hanya berpengaruh sebagian orang kaya saja.

Kita juga kecewa melihat para pejabat yang lihai berargumen untuk menjelaskan bahwa fasilitas mobil mewah itu tidak melanggar aturan. Tapi, belum pernah kita lihat para pejabat saling berdebat keras. Atau kalau perlu saling memaki untuk urusan rakyat miskin, pendidikan anak-anak, atau masalah pengobatan rakyat miskin. 

Kita tentu akan bangga melihat pejabat negara yang mengurangi anggaran fasilitas mobil dinasnya agar segera bisa memperbaiki sekolah-sekolah yang akan ambruk. Kita ingin mendengar para pejabat juga melakukan rapat hingga dini hari agar para pengemis dan pengangguran mendapat pekerjaan dan hidup dengan layak. Kita tentu berharap pejabat negara juga mampu melakukan rekayasa keuangan agar rakyat dapat memperoleh layanan kesehatan dengan murah.

Kita rindu pejabat negara yang menganggap urusan kesejahteraan rakyat adalah masalah utama yang harus dikelolanya. Mereka yang tinggi dengan visi dan konsep-konsep tapi juga terampil memastikannya berjalan di lapangan. Mereka mengelola sumber daya negara ini sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Merekalah para manajer negara yang sebenarnya yang akan membawa kemajuan ekonomi dan sosial seperti disebut Drucker. Kita rindu pejabat negara yang tidak hanya peduli pada kemewahan dan merek mobil dinasnya.(*)

Jumat, 05 Februari 2010

HUT GERINDRA


SELAMAT DAN SUKSES
       HUT KE 2 PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (GERINDRA)
            2 TAHUN GERINDRA MENGABDI UNTUK RAKYAT
              SALAM INDONESIA RAYA..............!!!

MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA


MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA RAYA
YANG BERDAULAT,BERMARTABAT,ADIL DAN MAKMUR

MISI

Pertama           : Menegakan kedaulatan dan keperibadian bangsa yang bermartabat
Kedua              : Mewujudkan kesejahteraan sosial dengan memperkuat ekonomi kerakyatan
Ketiga              : Menyelenggarakan Pemerintahan yang tegas dan efektif


ARAHAN PROGRAM
Pertama           : Kekayaan Negara untuk kemakmuran rakyat
Kedua              : Melaksanakan ekonomi kerakyatan
Ketiga              : Membangun kedaulatan pangan dan energi
Keempat          : Menyelenggarakan Pemerintahan yang tegas dan efektif
Kelima             : Menciptakan manusia indonesia yang unggul,sehat,dan berkeperibadian  melalui  pendidikan kesehatan dan kebudayaan


EMPAT KESEMPATAN SEBAGAI TITIK TOLAK INDONESIA RAYA
Dalam menata kemakmuran harus dimulai dengan menciptakan empat kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Antaranya adalah:
1.     Kesempatan hidup normal, yaitu menciptakan peluang-peluang lapangan kerja dan pendapatan yang relatif tetap yang merupakan prasyarat untuk lebih berkembang
2.    Kesempatan untuk berkembang, mengupayakan ketersediaan lahan, modal kerja serta keterampilan kerja dan usaha (skill)
3.    Kesempatan masa depan anak cucu, yaitu menciptakan kesempatan kekurangan gizi untuk anak-anak, pendidikan dan pengembangan bakat generasi muda dalam kehidupan keluarga yang damai.
4.    Kesempatan untuk lebih maju, yaitu kesempatan bagi industri dan Sumber Daya Manusia (SDM) andal kita untuk dapat bersaing secara internasional.

Senin, 01 Februari 2010

Kebijakan Pemerintah yang tidak kunjung menguntungkan Rakyat

Setelah Mobil Mewah, Gaji Pejabat Naik, SBY Tak Peka pada Rakyat
 
Kecaman demi kecaman terus mengalir atas rencana kenaikan gaji penjabat negara. SBY dinilai tidak punya rasa sensitivitas terhadap kondisi rakyatnya jika nekat menaikkan gaji para pejabat tinggi negara.

"Itu namanya pemerintah tidak punya sensitivitas terhadap rakyat. Kasihan rakyat. saat ini rakyat sedang bersabar atas berbagai kesulitan hidup yang dihadapi akibat kebijakan pemerintah yang tidak kunjung menguntungkan rakyat. Sikap sabar itu jangan lantas dipermainkan dengan menaikkan gaji pejabat.

"Sudahlah, rakyat saja pendapatannya nggak pernah naik. Ini pejabat belum apa-apa sudah naik,sikap pemerintah yang tidak peka dan peduli dengan kondisi rakyatnya. "Kemarin mobilnya mewah, seharusnya mereka kerja dulu yang benar, baru minta kompensasi.
Gaji sudah cukup, nggak perlu naik.(*)

Menaikan Gaji Pejabat dengan Pelayanan Terhadap Masyarakat

Rumor menaikan Gaji Pejabat membuat rakyat Indonesia semakin miskin.

Masyarakat luas berpikir lebih mendesak menaikkan gaji petugas lapangan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, daripada menaikkan gaji pejabat.

"Petugas lapangan tersebut, baik PNS (pegawai negeri sipil), polisi, maupun TNI yang memiliki fasilitas minim," kata Farouk Muhammad di Gedung Nusantara V DPR RI, Jakarta.

Dikatakannya, ide pemerintah menaikkan gaji adalah untuk meningkatkan kesejahteraan tapi harus juga dipikirkan dampak dari kenaikan gaji itu bisa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Petugas lapangan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, kata dia, sesungguhnya menjadi penentu kinerja dan citra pemerintah di mata masyarakat.

Petugas lapangan dengan gaji yang rendah dan fasilitas minim, katanya, bisa tergoda untuk melakukan tindakan kompromi atau pungutan ilegal sehingga bisa merusak citra pemerintah.

"Agar tidak terjadi tindakan kompromi maka gajinya yang kecil dinaikkan sehingga kesejahteraannya meningkat dan berdampak kinerjanya meningkat. Jika pemerintah ingin menaikkan gaji pegawai,hendaknya menaikkan lebih dulu gaji pegawai di tingkat bawah yang bertugas di lapangan, dan kemudian bertahap ke tingkat atas. Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu menambahkan, menaikkan gaji pejabat dan pegawai di tingkat atas lebih dulu, katanya, maka tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di tingkat bawah yang bertugas di lapangan.

Bicara soal kenaikan gaji, katanya, adalah bicara soal skala prioritas anggaran dan seberapa jauh dampak dari kebijakan kenaikan gaji ini terhadap kinerja pemerintah.Dikatakannya, yang lebih mendesak untuk dinaikkan gajinya adalah pegawai di tingkat bawah yang gajinya pas-pasan, yang merasakan beban makin berat dalam kondisi perekonomian seperti saat ini.

Rakyat menghimbau, agar pemerintah bersikap bijaksana pada rencana kenaikan gaji dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat secara keseluruhan.

"Unjuk rasa yang dilakukan masyarakat pada 28 Januari lalu, merupakan ekspresi makin beratnya kehidupan masyarakat.(*)

Gerindra desak SBY dimakzulkan.

Desakan Partai Gerindra agar SBY dimakzulkan dinilai sebagai keberanian. Golkar menilai keberanian Gerindra menyampaikan sikapnya itu karena diyakini pertai bikinan Prabowo memiliki banyak bukti baru sehingga dapat menyimpulkan SBY sudah waktunya dimakzulkan. data untuk masalah FPJP dan merger sudah lengkap. Data itu sudah cukup dibuat kesimpulan sementara.
Menurut Data yang hampir semua, FPJP dan Merger. Golkar sudah melihat indikasi-indikasi itu (pidana) tentunya. Nanti kita cross-check dengan data yang ada di pansus.
Kami 'Gerindra' sangat menyayangkan dengan paparan saudara Ramadhan pohan dari FPD,kita pikir mungkin saja parpol besar sudah merapat ke Demokrat untuk mencari kedudukan dalam kepentingan. Wallahualam.....
Hanya diri masing-masinglah yang tahu dengan niat serta tujuan itu.*****