Jumat, 30 April 2010

Dimyati Terbukti Bersalah

Mantan Bupati Pandeglang periode 2005-2010 yang kini duduk sebagai anggota DPR Dimyati Natakusumah dituntut 2 tahun 6 bulan (2,5 tahun) penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ery Ariansyah, F Pakpahan, dan Zainunsyah di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, Kamis (29/4). Dimyati menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap proses pinjaman daerah Pemkab Pandeglang ke Bank Jabar Banten sebesar Rp 1,5 miliar.
Menurut JPU, Dimyati terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Dimyati juga diperintahkan membayar denda senilai Rp 200 juta, subsidair 3 bulan kurungan. “Terdakwa (Dimyati-red) dengan mantan Kepala BPKD Abdul Munaf turut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Ery mengungkap, usai rapat paripurna pandangan umum fraksi-fraksi atas perubahan APBD, tanggal 13 September 2006, terdakwa Dimyati mengundang anggota DPRD untuk masuk ke ruang dalam Pendopo Pemkab Pandeglang. Dalam pertemuan itu, Dimyati menjanjikan kepada anggota DPRD satu kotum haji.
Kemudian pada 23 November 2006, dalam rapat perubahan PP 37 Tahun 2006 tentang Protokoler dan Keuangan DPRD ditanyakan kepastian kotum oleh satu anggota DPRD kepada pimpinan rapat. Pertanyaan ini ditindaklanjuti oleh Wakil Ketua Wadudi Nurhasan dengan menelepon Bupati Dimyati ke nomor 08121244444. “Dalam percakapan ini terdakwa mengatakan kotum akan direalisasikan setelah MoU dengan Bank Jabar. indikasi keterlibatan terdakwa dalam dugaan suap pinjaman daerah Pemkab Pandeglang ke Bank Jabar Banten Cabang Pandeglang terjadi pada 4 Desember 2006. Dimyati memerintahkan kepada kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Abdul Munaf untuk memberikan uang kepada Wadudi Nurhasan (saat itu Wakil Ketua DPRD Pandeglang) sebesar Rp 1,5 miliar untuk dibagikan kepada anggota DPRD Pandeglang. “Perintah ini dilaksanakan Abdul Munaf dengan memerintahkan Bambang YT diikuti Andi Kusnadi dan Fachruroji untuk mencairkan uang ke Bank Jabar Cabang Pandeglang,setelah uang diterima kemudian diberikan oleh Bambang kepada Abdul Munaf di Hotel Imperial, Tangerang. Setelah itu, uang yang diambil dari dana penguatan modal diberikan Abdul Munaf kepada Wadudi Nurhasan di kamar hotel yang sama. “Semua anggota DPRD menerima uang ini. Khususnya 35 anggota dewan yang datang ke Hotel Imperial dengan jumlah uang yang dibagikan saat itu sebesar Rp 837.500.000,” kata Pakpahan seraya mengatakan total uang yang dibagikan kepada anggota DPRD setelah dipotong dana tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 1,2 miliar. penyampaian tuntutan JPU sebelumnya mengatakan bahwa dana penguatan modal yang bolong ditutupi dari dana bencana alam. Setelah itu, dana tersebut ditutup kembali dari anggaran pembinaan pegawai tahun 2007. “Dari uraian fakta di atas, yang memberatkan terdakwa menyangkal semua fakta dan menyuruh Abdul Munaf untuk mengambil uang, sementara anggaran Pemkab sedang defisit.)***

Rabu, 21 April 2010

Koalisi Pandeglang Bersatu Uji Balonbup

PANDEGLANG – Partai politik (parpol) yang tergabung dalam Koalisi Pandeglang Bersatu (KPB) melakukan bedah visi misi bakal calon bupati (balonbup) dan bakal calon wakil bupati (balonwabup) Pandeglang di sebuah rumah makan di Majasari, Pandeglang, Rabu (21/4).
Acara itu dihadiri pengurus parpol koalisi yakni PPRN, Partai Gerindra, Partai Hanura, PPPI, dan PKPB. Bila dijumlah, kelima partai itu mengantongi sembilan kursi di DPRD atau bisa mengusung calon bupati/wakil bupati sendiri.
Saat ini, KPB mengantongi empat balonbup yakni Yunadi Syahroni (Kepala dinas Sosial Banten), Erwan Kurtubi (Bupati Pandeglang), Adang Sopandi (Anggota DPRD Banten), dan Sopian Rosada (Pengusaha Pandeglang).
Pada hari pertama, Rabu (21/4), kandidat yang memenuhi undangan KPB untuk memaparkan visi misi hanya Yunadi Syahroni, meski molor dari waktu yang telah ditetapkan. Sementara Erwan Kurtubi tak bisa hadir. Untuk hari kedua Kamis (22/4), dijadwalkan dua kandidat lainnya, yakni Adang Sopandi dan Sopian Rosada.
Sebagai panelis pada bedah visi misi itu adalah pengurus partai dan peserta yang hadir. Mereka melakukan tanya jawab dengan balonbup.
Ketua Tim Verifikasi Penjaringan Balonbup dari Partai Gerindra Asep Ucu SN mengatakan, bila calon tak hadir pada bedah visi misi maka dianggap mengundurkan diri.
Dia juga menjelaskan bahwa jadwal yang telah ditetapkan tim bisa berubah sesuai keinginan calon atau disesuaikan dengan kesibukan masing-masing. “Yang jelas semua calon harus melakukan bedah visi misi pada dua hari yang telah ditetapkan itu. Nah untuk hari terakhir, kami beri waktu hingga Kamis (22/4) pukul 17.00 WIB,” ujarnya. (adj)

Sabtu, 10 April 2010

Negara Kerajaan........Yang Mendominasi dalam kepemimpinan

Usai runtuhnya masa orde baru kita berbondong-bondong menuntut desentralisasi, baik kekuasaan maupun kue pembangunan. Kini setelah otonomi daerah diberlakukan Indonesia bak kerajaan-kerajaan kecil yang diperintah oleh raja dan ratu!.
Kerajaan disini memang tak seperti dalam bayangan atau seperti cerita-cerita dongeng yang pernah kita dengar. Tak pula kita dengar kalimat paduka raja atau ratu, permaisuri, pewaris tahta, dayang-dayang, hulubalang, dan lain sebagainya. Tak ada gedung-gedung yang berbentuk istana yang dikelilingi tembok-tembok tinggi dengan pengawal yang hilir mudik dan berjaga di pos penjagaan dari atas menara. Tidak, tidak seperti itu gambaran kerajaan di Indonesia saat ini. Ia tampil dalam bentuk yang jauh lebih modern, tak perlu kita membungkuk ketika bertemu raja, tak pula kaki yang beringsut sambil jongkok saat menghadap raja atau hendak pamit.
Kerajaan-kerajaan itu tampil dari sistem demokrasi yang yang kita anut, baik disadari ataupun tidak. Otonomi daerah jadi pintu masuk untuk membentuk sistem kerajaan tersebut, walaupun perumusnya sebenarnya tak bermaksud mengarahkannya kesana. Tapi pada kenyataannya itulah yang kini sedang terjadi dan kita hadapi.
Mereka raja yang berasal dari beragam partai politik yang dihasilkan melalui mekanisme pemilihan kepala daerah, satu daerah bisa dipimpin oleh raja yang begitu powerfull karena mampu mensinergikan potensi yang dimiliki (partai politik) dengan kekutan penyeimbang yang doyan voting memvoting ketika urusan mengambil keputusan buat daerah tersebut (DPRD). Ada juga yang sebaliknya kekuatannya teramputasi oleh kebrengsekan kekuatan penyeimbang!.
Sama seperti cerita-cerita dongeng yang pernah kita dengar, ada raja yang lalim lagi durjana tapi berwajah malaikat, ada juga raja yang baik hati dan bisa mengayomi rakyatnya. Tentu akibat dari sistem yang melahirkan raja-raja kecil tersebut harus kita terima sebagai sebuah konsekuensi pembelajaran demokrasi, dan tentunya dapat kita evaluasi kembali jika diperlukan.
Satu hal yang harus dicermati adalah otonomi daerah yang cenderung kebablasan ini malah menghasilkan Indonesia yang makin amburadul dari sisi pengendalian kebijakan pusat terhadap daerah (tentu pada kebijakan-kebijakan yang pro rakyat), oleh karena desentralisasi. Karena kepala daerah tersebut hanya bertanggung-jawab dihadapan DPRD sepenuhnya bukan lagi seperti masa orde baru, jika presiden mau mencopot kepala daerah  bisa dengan ‘jentikan jari” maka usai sudah masa kekuasaan kepala daerah tersebut.
Bila dicermati orang-orang yang duduk dalam birokrasi disistem otonomi daerah yang bak kerajaan tersebut oleh mereka-mereka yang masih bertalian darah atau dari kelompok kepentingan sang kepala daerah. Terkadang mengabaikan sisi profesionalitas.
” Jangan kaget jika diakhir masa jabatan ” sang raja ” banyak yang masuk dalam bui oleh karena adanya penyelewengan diperiode kekuasaannya”

Indonesia Butuh Pemimpin

Bila kata padanan kata dalam KBBI (kamus besar bahasa Indonesia), antara diktator dan egaliter maka akan ditemukan makna kata yang saling bertolak belakang. Rasanya tak mungkin ada pemimpin yang berlaku diktator dan egaliter secara bersamaan?
Kenapa saya bilang Indonesia butuh diktator yang egaliter?, karena melihat perjalanan bangsa ini setelah sekian lama merdeka tak juga menemukan format pemimpin yang bisa diharapkan membawa bangsa ini pada kejayaannya, apalagi akhir-akhir ini terasa begitu terang-benderangnya kejahatan demi kejahatan dilakukan dan terjadi menimpa kehidupan bangsa ini.
Seolah bangsa ini tidak lagi memiliki pemimpin yang menjadi pusat kelola dan pusat tanggung-jawab dalam mengarahkan roda negeri. Hampir disemua level birokrasi yang menjadi benteng pertahanan untuk mensuplai birokrat yang mau bekerja untuk negeri ini dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan dihentakan oleh kasus-kasus malpraktek dalam menjalankan fungsinya.
Silih berganti, timbul tenggelam, riuh rendah kejahatan demi kejahatan birokrasi yang notabene melukai amanat yang telah diberikan rakyat untuk mengelola negeri ini dengan baik. Tak  ada ketuntasan terhadap masalah-masalah yang telah dilempar kepublik, semua berlalu seiring berjalannya waktu, kalaupun dikatakan masih dalam proses tentu proses yang dilakukan teramat sangat lamban oleh sebab publik tak lagi menyorotinya.
Belum usai satu permasalahan, rakyat kembali disuguhkan permasalahan baru yang tak kalah hebohnya. Belum lagi bencana demi bencana yang silih berganti menghampiri negeri ini, yang tentu saja tidak terlepas dari perilaku yang telah dipertontonkan anak negeri yang tidak bertanggung-jawab, serta orang-orang yang hanya berdiam diri saja melihat kerusakan demi kerusakan yang terjadi.
Dalam menghadapi problematika bangsa ini, tak pelak lagi kita membutuhkan sikap pemimpin yang “diktator” dalam tataran kebijakan yang berpengaruh sangat signifikan terhadap kehidupan rakyat, bukan pemimpin yang sering mengeluh dan sibuk dengan pencitraan diri. Disaat bersamaan pemimpin yang diktator tersebut mampu menghadirkan sikap “egaliter” kepada rakyatnya. Artinya ia sanggup menyatukan seruan-seruannya untuk hidup dalam keprihatinan dalam realitas kehidupannya.
Mangan ora mangan sing penting kumpul, atau kalau tak mampu mendahulukan “menderita” sebelum rakyatnya serta kenyang setelah rakyatnya kenyang, paling tidak pemimpin tersebut bisa menunjukan bahwa ia tidak hidup dalam kemewahan.
Dengan demikian seluruh aparat yang ada dibawahnya bisa dikendalikan secara maksimal, sehingga akan meminimalisir penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan negeri ini. Sehingga diharapkan akan mengahdirkan Indonesia yang jauh lebih bermartabat dan sejahtera.
“Lalu adakah sosok pemimpin yang “diktator” dan “egaliter” sekaligus diantara dua ratus juta lebih penduduk negeri yang kaya raya ini?”

Jumat, 09 April 2010

Jelang Paripurna,Prabowo Kumpulkan Fraksi dan Kader Gerindra Se-Indonesia.

Jelang paripurna hak angket, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, mengumpulkan seluruh anggota Fraksi Gerindra dan Kader Gerindra se-Indonesia di Hambalang, Bogor. 
Ada apa?
“Bukan karena isu century. Pertemuan ini dalam rangka pelatihan Kader Partai Gerindra se-Indonesia. Memang sudah direncanakan sejak lama,” ujar Ketua DPP Partai Gerindra Asrian Mirza.
Asrian menjelaskan pelatihan ini akan berlangsung pada Sabtu hingga Minggu besok. Menurutnya sebagai partai baru, tentunya pelatihan kader diperlukan. Lagipula kebijakan Partai Gerindra memang akan lebih banyak melakukan konsolidasi internal hingga tahun 2012 mendatang.
Rencananya, usai pelatihan, Gerindra akan menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pada Minggu (28/2). Rakornas akan digelar di Hotel Sahid, Jakarta mulai pukul 19.00 WIB.
“Mungkin akan disinggung soal Century. Tapi lebih banyak akan dibicarakan soal bagaimana langkah Gerindra ke depan.*